Kelompok Taliban terus berupaya mendapatkan legitimasi kekuasaan di Afghanistan dengan mencari celah melalui media sosial atau medsos. Puluhan akun pro-Taliban muncul di Twitter dalam beberapa hari terakhir. Selain itu, dalam 24 jam sekitar lima video yang sudah dipublikasikan sudah diputar sebanyak setengah juta kali.
Hal ini tidak lepas dari upaya kelompok tersebut untuk terus mencari cara agar bisa membanjiri media sosial seperti meski beberapa platform seperti Facebook, Youtube dan Twitter telah melarang konten-konten yang berisi tentang pergerakan kelompok Taliban. Maka, mereka sedang mencari celah untuk tetap mempublikasikan video yang berisi tentang pergerakan kelompok mereka.
Namun, perusahaan media sosial yang mengikuti pedoman pemerintah telah menetapkan Taliban sebagai organisasi teroris dan tidak mengizinkan konten Taliban beredar di situs mereka. Kondisi ini cukup membingungkan karena ada beberapa negara yang belum bisa memastikan pengakuannya terhadap Taliban atas pemerintahan Afghanistan. Selain itu, platform seperti Facebook, Twitter dan Youtube juga belum memberikan jawaban pasti terkait larangan bagi kelompok tersebut untuk mengunggah konten.
Meski demikian, platform media sosial Facebook dan Youtube sudah menghapus akun juru bicara Taliban, Mohammad Naeem. Akibatnya, perusahaan teknologi tersebut mendapat tuaian kritik. Peneliti independen yang mempelajari Afghanistan dan Pakistan, Ayman Aziz mengemukakan bahwa pendekatan perusahaan teknologi memang kurang efektif.
“Sejauh ini, pendekatan perusahaan teknologi tidak terlalu efektif,” kata Ayman Aziz.
Adapun sejak 9 Agustus lalu, lebih dari 100 akun dan halaman baru mulai muncul. Mulai dari akun yang diakui milik Taliban atau kelompok yang mendukung misi Taliban.
Selain itu, New York Times pun juga menemukan belasan akun pro-Taliban, termasuk dari pejabat senior Taliban yang telah ada selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun di situs-situs tersebut namun terbengkalai, tetapi menjadi lebih aktif dalam seminggu terakhir.