Omnibus Law Disahkan, Dahlan Iskan : Pemerintah Harus Mampu Yakinkan Buruh

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – UU Omnibus Law Cipta Kerja telah disahkan oleh DPR. Beragam tanggapan pun muncul. Salah satunya datang dari Mantan Menteri BUMN era SBY, Dahlan Iskan.

Tanggapan ini dituangkan dalam blog pribadinya, disway.id dengan judul ‘Menundukkan Pemerintah‘ yang ditulis pada Selasa, 6 Oktober 2020.

Ia menilai kekuatan dan dukungan politik di periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo yang menjadi pendorong untuk disahkannya UU tersebut.

“Saya kagum pada semangatnya pemerintah dan DPR. Dari segi politik, inilah pemerintahan paling kuat selama 22 tahun terakhir. Pemerintah sekarang lebih kuat dari zaman Presiden Gus Dur, Megawati, SBY, apalagi B.J. Habibie,” ujarnya.

Dahlan mengatakan, memang B.J. Habibie bisa menguatkan rupiah dari Rp 17.000 per dolar AS menjadi Rp 8.000 per dolar AS. Hanya dalam waktu kurang dari dua tahun.

“Tapi pemerintahannya hanya seumur jagung. Secara kapasitas begitu kuat Habibie, tapi secara politik begitu rapuh,” katanya.

Kemudian, soal Gus Dur dan Megawati, ia mengakui kalau dari segi basis pendukung keduanya cukup kuat. Megawati begitu kuat bersandar pada proklamator legendaris yang juga ayah biologis-ideologis. Tapi kalah di Pilpres.

“Gus Dur begitu kuat basis kulturalnya, tapi juga hanya berkuasa setengah periode,” ujarnya.

Sementara soal SBY. Ia menilai sosok pendiri Partai Demokrat ini agak berbeda. Meski melewati krisis tsunami dan krisis keuangan 2008, tapi kekuatan dukungan kapasitasnya membuat SBY bisa menjadi presiden dua periode. Kalau saja tidak ada pembatasan masa jabatan ia akan bisa tiga periode.

“Tapi dukungan politik di DPR tidak sekuat pemerintah sekarang. Waktu itu PDI-Perjuangan oposisi frontal. PKS main petak umpet. Tapi SBY pandai bermain di antara arus-arus politik itu. Sekarang hanya PKS yang oposisi frontal. Tapi kekuatan kursinya kecil sekali,” katanya.

Dahlan pun tak menampik kalau saat ini, DPR memberikan dukungan penuh kepada pemerintah. Mulai dari perubahan di KPK, UU Covid-19, dan terakhir Omnibus Law ini. Semua begitu mulusnya lolos di DPR.

Tak hanya itu, campur tangan DPR juga terasa dalam pengelolaan negara. Seakan membandingkan dengan zamannya ketika menjabat sebagai menteri, Dahlan menganggap posisi para menteri saat ini lebih nyaman karena tak harus menghadapi sikap DPR yang biasanya sangat ‘garang’.

“Saya begitu kagum dengan kekuatan pemerintah sekarang. Juga pada semangat melakukan pembaharuan: inikah revolusi mental yang dimaksud dulu?,” ujarnya.

Dahlan pun membayangkan bahwa tentu betapa lelah dan rumitnya menyiapkan RUU Cipta Kerja – nama resmi Omnibus Law itu. Terutama bagaimana 79 UU harus ditinjau untuk dirangkum hanya dalam satu UU Cipta Kerja. Yang terdiri dari 11 kluster dan 1.244 pasal.

Ia menilai secara teori, UU Cipta Kerja ini akan menyelesaikan saling tabrakannya begitu banyak UU. Berakhirlah era hukum tidak sinkron di bidang ini.

Dahlan juga mengungkapkan bahwa sebenarnya pembahasan UU ini sudah menjadi wacana sejak lama. Banyak yang protes lantaran isinya saling bertabrakan.

Saking lamanya tidak ada penyelesaian, seolah bangsa ini hanya bisa menggerutu. Lalu, pemerintah sekarang ini berusaha menyelesaikannya. Lewat penggabungan menjadi satu, UU Cipta Kerja ini.

“Tempulu DPR-nya tidak rewel. Tempulu DPR lagi baik-baik kepada pemerintah. Tapi tenaga kerja pasti akan berontak dengan lahirnya UU Cipta Kerja ini,” katanya.

Dahlan beralasan bahwa sejak awal sudah diketahui kalau pengesahan UU ini justru berdampak secara langsung bagi nasib tenaga kerja. Karena itu judul UU ini pun dipilih yang paling bersahabat dengan perasaan tenaga kerja: UU Cipta Kerja.

“Dikira dengan judul itu tenaga kerja akan manggut-manggut dan berdecak kagum. Kalau saya lebih setuju dengan blak-blakan saja: UU Peroketan Perekonomian Nasional atau nama lain yang lebih jujur. Tujuan utamanya toh itu: menggairahkan kehidupan ekonomi. Bahwa setelah ekonomi maju akan berdampak terciptanya lapangan kerja itu adalah sunatullah,” ujarnya.

Namun Dahlan memaklumi kalau dalam berpolitik bersikap jujur saja tidak cukup, harus pandai juga berkelit. Maka, ia pun menilai pasca pengesahan UU ini, para buruh akan beraksi.

“Menteri ketenagakerjaan akan sulit tidur. Tapi ini sudah di luar kemampuan seorang menteri. Ini sudah menyangkut keamanan dan kestabilan nasional,” katanya.

Laiknya kesuksesan dalam ‘menundukkan’ DPR, Dahlan pun menyarankan agar pemerintah harus berjuang keras untuk meyakinkan buruh agar tidak terjadi pergolakan. Tak hanya itu, ia juga berharap pemerintah harus bisa sukses ‘menundukkan’ diri sendiri.

Selanjutnya Dahlan juga menilai UU Cipta Kerja ini tidak berfokus kepada tenaga kerja aja. Soal tenaga kerja hanyalah satu dari 11 kluster yang ada di dalamnya. “Semua kluster itu menimbulkan pekerjaan rumah yang luar biasa di meja pemerintah,” ujarnya.

Misalnya soal kluster perizinan usaha. Ia malah menyindir kalau dasar pemikiran UU Cipta Kerja ini modern sekali. Prinsipnya, tidak semua usaha perlu izin.

Padahal kata dia, usaha itu perlu dilihat tingkat risikonya yaitu rendah, menengah, tinggi. Dahlan berpendapat bahwa dalam UU baru ini, usaha yang risikonya rendah tidak perlu izin. Cukup melakukan pendaftaran.

“Ini hebat sekali. Usaha yang risiko rendah ini juga tidak perlu diawasi. Hanya usaha yang risikonya tinggi seperti risiko kecelakaan, lingkungan, dan sejenisnya yang perlu izin,” katanya agak sinis.

Dahlan pun khawatir kalau pelaksanaan UU ini tidak akan berjalan sesuai harapan. Ia menilai regulasi tersebut, meski sudah resmi diundangkan, belum bisa langsung dilaksanakan.

“Masih begitu banyak peraturan pemerintah yang harus dibuat. Banyak sekali,” ujarnya.

Ia mengatakan bahwa dalam pasal-pasal di UU Cipta Kerja ini banyak yang diakhiri dengan kalimat: untuk pelaksanaan pasal ini diperlukan pengaturan lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah.

Pun nanti, kalau peraturan pemerintahnya sudah keluar, masih harus ditunggu peraturan yang lebih bawah lagi: peraturan menteri. Lalu akan ada peraturan dirjen, peraturan gubernur, peraturan bupati, peraturan wali kota, dan seterusnya.

“Semua itu adalah bagian dari pemerintah yang harus ditundukkan oleh pemerintah sendiri,” katanya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Semua Pihak Wajib Hormati Masa Tenang Pilkada 2024

Jakarta – Masa tenang Pilkada Serentak 2024 yang merupakan tahapan krusial menjelang hari pemungutan suara, resmi dimulai. Untuk memastikan...
- Advertisement -

Baca berita yang ini