MATA INDONESIA, MEDAN – BP Jamsostek diminta merancang Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Rancangan itu nantinya masuk dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja.
Fungsi JKP tersebut yakni untuk memberi santunan kepada pekerja/buruh selama menghadapi pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam jangka tertentu. Direktur Perencanaan Strategis dan TI BP Jamsostek Sumarjono mengatakan kajian JKP tersebut sedang dilakukan dengan mendengar masukan dan diskusi dengan pihak terkait, termasuk dari lembaga internasional.
“JKP sudah dilakukan di sejumlah negara, seperti Malaysia dan Vietnam. Jadi bukan program baru di dunia jaminan sosial (social security),” kata Sumarjono di Medan, Rabu 19 Februari 2020.
Hanya saja, kata dia, dalam pelaksanaan di Indonesia perlu penyesuaian. Sementara terkait iuran (premi) untuk program tersebut, hal itu berhubungan erat dengan seberapa besar manfaat yang harus diberikan.
“Pertanyaannya, seberapa besar iuran yang harus disisihkan pekerja dan pemberi kerja (pengusaha, red.) berkaitan erat dengan seberapa besar manfaat yang harus diberikan BPJAMSOSTEK kepada pekerja,” ujar dia.
Terdapat beberapa skema, misalnya santunan (pendapatan pengganti selama di-PHK) yang besarannya lebih rendah (80-75 persen) dari (upah saat bekerja) pada bulan pertama ter-PHK, lalu mengecil lagi hingga enam bulan atau setahun kemudian, sesuai dengan kesepakatan.
Ia mengharapkan selama enam bulan atau setahun, pekerja mendapatkan pekerjaan baru dan bisa meneruskan kepesertaannya di BP Jamsostek. Ketika ditanya apakah program JKP menjadi pengganti pesangon bagi pekerja, Sumarjono mengatakan hal itu di luar kewenangannya.
Sebabnya, pihaknya hanya diminta mempersiapkan JKP. “Saya pribadi berharap bukan pengganti. Saya berharap tetap ada uang pesangon bagi pekerja yang di-PHK,” katanya.