Novel Baswedan Protes Dinonaktifkan KPK, Ferdinand: Itu Adalah Kewenangan Pimpinan

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Novel Baswedan menilai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri telah bertindak sewenang-wenang dengan menonaktifkan para pegawai yang tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Mantan politisi Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean menilai bahwa yang dilakukan pimpinan KPK sudah sesuai dengan kewenangannya.

“Termasuk pimpinan KPK memiliki kewenangan dan memiliki hak untuk menentukan siapa duduk dimana siapa mengemban tugas apa siapa bertanggung jawab terhadap apa, termasuk menonaktifkan atau menonjobkan  pegawai KPK,” kata Ferdinand kepada Mata Indonesia News, Rabu 12 Mei 2021.

Ferdinand mengingatkan seharusnya Novel Baswedan memahami wewenang dari pimpinan KPK. Ia mengkritik tuduhan Novel yang mengatakan  bahwa Ketua KPK bertindak sewenang-wenang.

“Nah kalau sekarang Novel Baswedan menuduh pimpinan KPK sewenang-wenang, saya pikir kan Novel selama ini penyidik, penegak aturan, harusnya dia tahu aturan oleh pimpinan KPK, apa tu? Ya aturan tentang kepegawaian dan tentang etika,” kata Ferdinand.

Sebelumnya, Novel menyikapi Surat Keputusan (SK) yang diteken Firli Bahuri terkait penonaktifan 75 pegawai yang dinyatakan tidak lulus TWK kepada atasan masing-masing.

“Isinya justru meminta agar pegawai dimaksud menyerahkan tugas dan tanggung jawab atau nonjob. Menurut saya itu adalah tindakan Ketua KPK yang sewenang-wenang,” kata Novel.

Adapun, Firli telah menandantangani SK tertanggal 7 Mei 2021 yang diterapkan di Jakarta. Ketua Wadah KPK Yudi Purnomo Harahap membenarkan bahwa sebagian besar pegawai KPK telah menerima SK tersebut.

 

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

PKL Teras Malioboro 2: Suara Ketidakadilan di Tengah Penataan Kawasan

Mata Indonesia, Yogyakarta – Sejak relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) dari Malioboro ke Teras Malioboro 2, berbagai persoalan serius mencuat ke permukaan. Kebijakan relokasi yang bertujuan memperindah Malioboro sebagai warisan budaya UNESCO justru meninggalkan jejak keresahan di kalangan pedagang. Lokasi baru yang dinilai kurang layak, fasilitas yang bermasalah, dan pendapatan yang merosot tajam menjadi potret suram perjuangan PKL di tengah upaya mempertahankan hidup.
- Advertisement -

Baca berita yang ini