MATA INDONESIA, MOSKOW – Warga Rusia yang ingin meninggalkan negaranya menghadapi sejumlah kendala. Pertama, rute yang ditawarkan semakin terbatas, dan kedua, mereka menghadapi introgasi panjang di bandara.
Hal ini diungkapkan oleh seorang warga yang ingin meninggalkan Rusia – menyusul intruksi operasi militer skala penuh yang dikeluarkan Presiden Vladimir Putin pada Kamis (24/2). Kabar ini dimuat oleh situs berita MediaZona.
Beberapa pria mengatakan kepada outlet tersebut bahwa mereka ditandai di bagian pemeriksaan paspor. Beberapa dari mereka dikawal ke daerah penahanan terdekat dan ditanya tentang sikap mereka terhadap invasi Rusia ke Ukraina.
Setidaknya dua dari mereka mengatakan bahwa ponsel dan laptop mereka juga turut diperiksa oleh pihak berwenang, untuk konten termasuk oposisi dan saluran media sosial Ukraina.
“Ketika saya dibebaskan (setelah 7 jam pemeriksaan), mereka mengatakan saya kemungkinan besar tidak akan diizinkan keluar dari negara ini,” ucap Vyacheslav Ustenko, melansir Moscow Times.
Ustenko, pria berusia 21 tahun itu juga mengungkapkan bahwa ia dihina dan dipermalukan oleh seorang yang diduga sebagai agen Federal Security Service (FSB).
“Dia mengatakan saya adalah seorang anarkis, pengkhianat Tanah Air dan bahwa saya akan pergi ke Ukraina untuk berperang yang konon berada di pihak Kiev,” sambungnya.
The Moscow Times pun memberikan saran perjalanan bagi warga Rusia yang tidak sepakat dengan keputusan Presiden Putin – menginvasi Ukraina, dan ingin meninggalkan negaranya.
“Anda harus memiliki tiket pulang, katakanlah Anda terbang untuk berlibur, bersikap netral (terhadap perang di Ukraina) dan menghapus Telegram,” demikian saran yang diberikan The Moscow Times.
Setidaknya 36 negara Barat telah menutup wilayah udara mereka ke Rusia menyusul perintah Presiden Vladimir Putin untuk menyerang Ukraina – sebuah langkah yang disambut dengan tindakan balas dendam oleh otoritas penerbangan Rusia.