Mengenal Sejarah Klub Inter Milan

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Dalam dunia sepak bola, siapa yang tidak mengenal klub Inter Milan. Nerazurri adalah salah satu klub terbaik di dunia.

Internazionale Milano Football Club atau yang dikenal dengan nama Internazionale ataupun juga Inter Milan, merupakan klub sepak bola profesional asal Italia yang bermain di Serie A Liga Italia. Klub ini mempunyai julukan Nerazzurri (si biru hitam), I Biscione (si ular besar), dan juga La Beneamata (yang tersayang) dan pendukungnya disebut Interisti.

Inter Milan didirikan pada 9 Maret tahun 1908. Klub yang terbentuk dari perpecahan Klub Kriket dan Sepak bola Milan, yang sekarang lebih dikenal dengan nama AC Milan. Logo Inter Milan dibuat oleh Giorgio Muggiani bersama seorang pelukis asal Italia. Klub ini mempunyai warna yang khas yaitu Biru dan Hitam. Warna hitam mewakili gelapnya malam dan biru menggambarkan langit.

Selama era fasisme tahun 1928 Inter berganti nama menjadi Societa Sportiva Ambrosiana setelah bergabung dengan Unione Sportiva Milanese. Setahun kemudian, presiden klub terpilih Oreste Simonotti mematenkan nama Inter menjadi AS Ambrosiana. Pada tahun 1931, presiden baru Inter Ferdinando Pozzani mengubahnya lagi menjadi AS Ambrosiana-Inter. Akhirnya pada tahun 1942 sampai sekarang, nama Ambrosiana-Inter tidak pernah dipakai lagi dan mereka memakai nama asli, Internazionale Milano. Nama Internazionale diambil dari keinginan pendiri-pendirinya untuk membuat satu klub yang terdiri dari banyak pemain internasional.

Inter berhasil menjuarai liga pertamanya pada tahun 1910 dan yang kedua pada tahun 1920. Kapten dan pelatih yang membawa Inter meraih Scudetto pertama adalah Virgilio Fossati, yang tewas dalam Perang Dunia I. Inter pertama kali memenangkan Coppa Italia (Piala Italia) pada tahun 1939, yang saat itu dipimpin oleh Giuseppe Meazza, dan satu tahun kemudian mereka memenangkan trofi liga kelima.

Setelah memenangi beberapa trofi, Inter memasuki masa keemasan mereka yang disebut La Grande Inter. Selama masa keemasan tersebut, di bawah asuhan Pelatih Helenio Herrera, Inter memenangkan tiga trofi pada tahun 1963, 1965, dan 1966. Pada saat ini, Inter juga terkenal dengan kemenangan Piala Eropa dua kali berturut-turut. Pada tahun 1964, Inter memenangkan trofi Piala Champions pertama mereka setelah mengalahkan Real Madrid. Musim selanjutnya, bermain di stadion mereka sendiri, Inter memenangkan trofi Eropa untuk kedua kalinya setelah mengalahkan klub dari Portugal, Benfica.

Kehebatan Inter ditunjukkan ketika meraih treble winners di 2010 di bawah asuhan Jose Mourinho. Sayang, itu adalah terakhir kali Inter merasakan juara Serie A hingga kini. Dalam satu dekade terakhir, gelar juara didominasi Juventus.

Reporter: Muhammad Hidayat

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini