MATA INDONESIA, JAKARTA-Kabar meninggalnya penyanyi Didi Kempot memang mengejutkan masyarakat Indonesia. Bahkan sejak pagi tadi, tagar Didi Kempot langsung menjadi trending topik di media sosial.
Dikeytahui, popularitas Didi Kempot memang sempat naik kembali setelah karya musiknya yang bergenre campursari viral di media sosial sepanjang tahun 2019. Namun, siapa sangka dibalik kesuksesannya, ternyata terselip sebuah kisah yang sangat menyentuh. Hal ini berkaitan dengan nama ‘Kempot’ yang menghiasi namanya.
Nama Kempot yang tersemat pada nama Didi Kempot punya hubungan dengan asal-usul perjalanan karier musiknya.
Sebelum Didi Kempot terkenal di blantika musik Tanah Air, dia memulai kariernya dari penyanyi jalanan, mengamen dari satu tempat ke tempat lainnya. Setelah terkenal kini dia mendapat julukan The Godfather of Broken Heart.
“Sebelum saya masuk ke dunia rekaman, saya sempat jadi penyanyi jalanan alias Kempot, Kelompok Penyanyi Trotoar,” ujar Didi Kempot, dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa 10 Maret 2020.
Maestro campursari ini lahir dari keluarga seniman. Ayahnya adalah Ranto Edi Gudel pemain ketoprak di Jawa Tengah. Ibunya Umiyati Siti Nurjanah, penyanyi tradisional di Ngawi. Kakaknya adalah Mamiek Prakoso, pelawak yang tenar lewat grup Srimulat.
“Saya berseni mungkin karena hidup ke kehidupan seniman tradisional,” katanya.
Didi meyakini jalan yang dipilih bisa menghidupinya setelah berkaca dari apa yang dia rasakan sendiri. Bila kakaknya mengambil jalur lawak, Didi meneruskan apa yang telah ditempuh sang ibu.
Nama Didi Kempot tenar di negara Suriname dan Belanda, bahkan dia beberapa kali memenangi anugerah musik nasional di Suriname. Lagu “Cidro” menjadi awal kepopulerannya di negara Amerika Selatan bekas jajahan Belanda itu.
“Saya nyanyi ada satu lagu Jawa judulnya “Cidro”, di Indonesia kurang terkenal, ternyata ada turis Suriname di Indonesia, domisili di Belanda, lagu itu lalu diputar di radio Amsterdam, lagunya digemari sekali,” ujarnya.
Belasan kali penyanyi bernama lengkap Dionisius Prasetyo ini bolak-balik ke Suriname untuk manggung. Komunitas Jawa di Suriname mencapai 15 persen dari total populasi.
Namun, menurut Soewarto Moestadja, yang menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri Suriname pada 2013, musik Didi tak cuma populer di komunitas Jawa, melainkan orang-orang Suriname yang memang penggemar musik campursari serta keroncong.
Dia bahkan tak menyangka mantan pengamen jalanan bisa diterima oleh pendengar di Eropa dan Amerika Selatan. Namun, yang lebih membanggakan bagi Didi adalah kini dia bisa menggelar konser akbar di kampung halamannya sendiri.
The Godfather of Broken Heart akan menggelar konser akbar peringatan 30 tahun berkarya bertajuk “Ambyar Tak Jogeti” di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta pada 10 Juli 2020.