Menaikkan Harga BBM Langkah yang Tepat, Sekarang Tinggal Salurkan Bansos dengan Benar

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite, biosolar dan pertamax92 adalah langkah yang tepat dan pemerintah sudah benar-benar menghitung akibatnya.

Sekarang tinggal membuat sistem penyaluran bantuan sosial yang benar dan tepat sasaran agar daya beli masyarakat terjaga.

Hal itu diungkapkan Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan berbicara soal kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

“Karena memang kan, yang sering (subsidi) BBM ini kan tidak tepat sasaran yang digunakan masyarakat mampu. Pastinya ini kan cukup membebani bagi keuangan negara juga,” ujar Mamit dalam pernyataan tertulis, Minggu 4 September 2022.

Mamit menilai pengurangan subsidi itu dapat memperkecil perbedaan harga subsidi dengan harga keekonomian BBM yang dijual saat ini.

Selain itu, Mamit menilai penyesuaian harga BBM ini dapat mengurangi beban kompensasi yang harus dibayarkan pemerintah.

Hal itu dapat memberi ruang fiskal yang lebih luas agar dapat dialihkan ke sektor lain termasuk menyiapkan BLT maupun kenaikan harga dengan melakukan operasi pasar.

Menurut Mamit, kenaikan harga BBM itu di atas kertas berpotensi memicu kenaikan inflasi hingga 2 persen.

Namun, Mamit melihat pemerintah sudah berhitung terkait sejumlah potensi gejolak yang bakal terjadi di dalam negeri imbas kenaikan harga BBM ini.

Hal itu tercermin dari upaya pemerintah yang menyiapkan sejumlah bantalan sosial seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) hingga Bantuan Subsidi Upah (BSU).

Namun, Mamit menganjurkan pemerintah terus menyiapkan langkah agar daya beli masyarakat tetap terjaga imbas kenaikan harga BBM tersebut.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pusaran Konflik di Pantai Sanglen Gunungkidul

Mata Indonesia, Yogyakarta - Berangkat dari penutupan akses masuk Pantai Sanglen, Kemadang, Gunungkidul, yang dilakukan oleh Kraton Yogyakarta dan Obelix. Warga setempat, yang selama ini memanfaatkan lahan Pantai Sanglen untuk bertani dan mencari nafkah, merasa terpinggirkan. Mereka khawatir pengembangan pariwisata berskala besar akan mengabaikan kesejahteraan masyarakat lokal dan merusak lingkungan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini