Mantap! Operasi Kemanusiaan Wamena, TNI Kerahkan KRI dr Soeharso

Baca Juga

MINEWS, JAKARTA – TNI melakukan operasi kemanusiaan sebagai respons atas krisi Wamena yang tengah berlangsung saat ini. Dalam operasi tersebut, TNI sampai mengerahkan kapal rumah sakit terapung KRI dr. Soeharso dengan membawa sejumlah tenaga medis dan dokter spesialis.

Disampaikan langsung Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto di Jakarta, Senin 30 September 2019, di dalam kapal tersebut saat ini sudah beberapa kali dilakukan penanganan medis korban yang dibawa dari Wamena. Kapal saat ini bersandar di wilayah Jayapura.

“Kita gelar satu kapal KRI dr. Soeharso dan tenaga medisnya dan dokter spesialis patah tulang, luka bakar serta luka akibat benda tumpul,” kata Hadi.

Selain KRI, Hadi menyebut pihaknya juga mengerahkan pesawat Hercules yang telah mengangkut 3.100 pengungsi dari Wamena menuju Jayapura. Selain mengangkut pengungsi, pesawat juga membawa lebih 74 ton bantuan ke Wamena.

“Kemudian setelah kita tampung di Jayapura dan dikoordinasikan dengan Pangdam Cendrawasih,” ujar Hadi.

Panglima menegaskan, TNI akan mengutamakan ibu-ibu dan anak-anak terlebih dahulu untuk pulang ke daerah asalnya. Sementara itu, ia berharap bapak-bapak dan para remaja tetap berada di Wamena agar dapat terus menggerakkan roda perekonomian di sana.

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini