MATA INDONESIA, NAYPYIDAW – Ribuan penduduk memilih melarikan diri dari pinggiran kota industri di Myanmar, setelah junta militer yang kini menguasai pemerintahan menetapkan status darurat militer di dua wilayah Yangon.
“Di sini seperti zona perang, mereka menembak di mana-mana. Sebagian besar penduduk terlalu takut untuk keluar,” kata seorang ketua buruh di distrik Hlaing Tharyar kepada Reuters.
Lebih dari 40 orang tewas oleh pasukan keamanan dalam protes di Hlaing Tharyar pada Minggu (14/3) dan beberapa pabrik yang didanai Cina dibakar, kata sebuah kelompok advokasi.
Myanmar berada dalam kekacauan sejak junta militer melancarkan kudeta terhadap pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi pada awal Februari. Junta militer juga menahan Aung San Suu Kyi dan sejumlah anggota partainya, Partai Liga Nasional untuk Demokrasi, yang menimbulkan kecaman internasional.
Prancis mengatakan bahwa Uni Eropa akan menyetujui sanksi terhadap pihak-pihak yang berada di balik kudeta. Menurut para diplomat dan dokumen internal, tindakan tersebut akan menargetkan perusahaan yang menghasilkan pendapatan untuk atau memberikan dukungan keuangan kepada Angkatan Bersenjata Myanmar.
Sementara Uni Eropa mempertahankan embargo senjata terhadap Myanmar dan telah menerapkan sanksi kepada beberapa perwira militer senior sejak 2018, tindakan tersebut akan menjadi yang paling signifikan sejak kudeta yang terjadi pada awal Februari.
Sementara junta militer mengecam berbagai bentuk aksi unjuk rasa yang selama ini dikobarkan para rakyat Myanmar. Junta militer mengatakan bahwa aksi demonstrasi tersebut merupakan bentuk pengkhianatan dan berpeluang mendapat hukuman mati.
“Para jenderal ini telah melakukan tindakan pengkhianatan setiap hari. mengambil apa yang mereka inginkan untuk diri mereka sendiri, menyangkal hak-hak rakyat, dan menindas mereka yang menghalangi jalan mereka,” kata dokter Sasa yang telah meninggalkan Myanmar.
The Assistance Association for Political Prisoners (AAPP) atau Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik melaporkan lebih dari 180 pengunjuk rasa tewas ketika pasukan keamanan mencoba menghentikan gelombang demonstrasi.
Sebelumnya, aparat keamanan juga memilih melarikan diri lantaran mendapat perintah untuk menembak mati para pengunjuk rasa yang menentang pemerintahan juta militer. Merasa bertolak belakang dari hati nurani, sejumlah aparat kepolisian Myanmar pun memilih untuk melarikan diri ke India.