Lockdwon Versi Jerman dan Indonesia

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Jerman kembali memberlakukan lockdown bagi warganya hingga 31 Januari karena meledaknya angka positif COVID-19 varian baru. Lain halnya dengan Indonesia, pemerintah masih memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Kanselir Jerman Angela Merkel mengatakan varian baru COVID-19 lebih cepat menular. Hal inilah yang membuat Jerman kembali melakukan lockdown. Awalnya, Jerman memberlakukan lockdown sampai 10 Januari, namun diperpanjang hingga 31 Januari.

Kini, satu dari enam wilayah di Jerman memiliki angka yang tinggi dalam infeksi COVID-19. Warga yang berada di wilayah penyebaran COVID-19 tinggi dilarang untuk bepergian keluar dalam jarak 15 kilometer dari kotanya, tanpa alasan yang jelas. Namun, untuk perjalanan satu hari akan dikesampingkan.

Bagi orang yang datang ke Jerman dari daerah berisiko tinggi akan diminta untuk menyerahkan dua hasil tes yang menyatakan negatif COVID-19 dan akan melakukan karantina minimal lima hari meskipun hasil tes pertama dinyatakan negatif.

Bagi para orangtua yang bekerja, perusahaan di Jerman akan memberikan cuti 10 hari untuk menjaga anaknya. Sementara bagi orangtua tunggal akan diberikan cuti selama 20 hari.

Toko dan layanan yang tidak penting ditutup, tetapi untuk supermarket makanan serta bank akan tetap buka. Perusahaan didesak mengikuti seruan agar para karyawan bekerja di rumah. Selain itu, sekolah juga ditutup, para siswa akan melakukan pembelajaran jarak jauh.

Tempat penitipan anak juga ditutup dan orangtua dapat mengambil hari libur berbayar untuk menjaga anak mereka. Pertemuan pribadi juga dibatasi maksimal lima orang dari dua rumah tangga.

Warga tidak diperbolehkan untuk membeli dan meminum alkohol di tempat serta di depan umum. Acara keagamaan dan rumah ibadah dengan mematuhi protokol kesehatan, menyanyi bersama tidak diperbolehkan.

Berbeda dengan di Indonesia yang masih melakukan PSBB, penerapan PSBB ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo dalam menangani penyebaran virus COVID-19. Keputusan ini dilandaskan status kedaruratan kesehatan masyarakat akibat COVID-19 yang sudah ditetapkan.

Dalam PSBB berarti pembatasan kegiatan tertentu untuk masyarakat di suatu wilayah yang diduga terinfeksi COVID-19 atau terkontaminasi untuk mencegah penyebaran virus Corona.

Pemerintah membatasi kegiatan keagamaan, pembatasan aktivitas di tempat atau fasilitas umum, pembatasan kegiatan sosial budaya, pembatasan moda transportasi, peliburan sekolah yang membuat para siswa melakukan pembelajaran jarak jauh, serta sebagian tempat kerja yang merumahkan karyawannya atau Work For Home (WFH), dan pembatasan yang lainnya.

Sedangkan untuk karantina wilayah atau lockdown yang berarti pembatasan dalam suatu wilayah termasuk pintu masuk yang diduga terinfeksi untuk mencegah penyebaran COVID-19.

Karantina wilayah dilakukan seluruh masyarakat di suatu wilayah jika hasil laboratorium sudah terkonfirmasi adanya penyebaran COVID-19 di wilayah tersebut. Wilayah yang di karantina akan diberi garis karantina dan dipantau oleh Pejabat Karantina Kesehatan dan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berada di luar wilayah tersebut. Masyarakat yang berada di wilayah karantina tidak diperbolehkan untuk keluar.

Reporter:  Laita Nur Azahra

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Judi Daring Ancam Ekonomi Keluarga: Saatnya Literasi dan Kolaborasi Jadi Senjata

Oleh: Ratna Soemirat* Fenomena judi daring (online) kini menjadi salah satu ancaman paling serius terhadap stabilitassosial dan ekonomi masyarakat Indonesia. Di tengah kemajuan teknologi digital yang membawakemudahan hidup, muncul sisi gelap yang perlahan menggerogoti ketahanan keluarga dan moral generasi muda. Dengan hanya bermodalkan ponsel pintar dan akses internet, siapa pun kini bisaterjerumus dalam praktik perjudian digital yang masif, sistematis, dan sulit diawasi. Pakar Ekonomi Syariah dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Satria Utama, menilai bahwa judi daring memiliki daya rusak yang jauh lebih besar dibandingkan bentukperjudian konvensional. Menurutnya, sasaran utama dari perjudian daring justru kelompokmasyarakat yang secara ekonomi tergolong rentan. Dampaknya langsung terlihat pada polakonsumsi rumah tangga yang mulai bergeser secara drastis. Banyak keluarga yang awalnyamampu mengatur pengeluaran dengan baik, kini harus kehilangan kendali keuangan karenasebagian besar pendapatan mereka dialihkan untuk memasang taruhan. Satria menjelaskan, dalam beberapa kasus, bahkan dana bantuan sosial (bansos) yang seharusnyadigunakan untuk kebutuhan pokok keluarga justru dihabiskan untuk berjudi. Hal ini, katanya, bukan lagi sekadar persoalan individu, melainkan ancaman nyata terhadap ketahanan ekonominasional. Ia menegaskan, ketika uang yang seharusnya digunakan untuk makan, biaya sekolahanak, atau keperluan kesehatan malah dipakai untuk berjudi, maka kerusakannya meluas hinggapada tingkat sosial yang lebih besar. Masalah ini juga diperparah dengan munculnya fenomena gali lubang tutup lubang melaluipinjaman online (pinjol). Banyak pelaku judi daring yang akhirnya terjebak utang karena tidakmampu menutup kerugian taruhan. Satria menilai bahwa bunga pinjol yang tinggi justrumemperparah keadaan dan menjerumuskan pelakunya ke dalam lingkaran utang yang sulitdiakhiri. Dalam banyak kasus, kondisi ini menyebabkan kehancuran rumah tangga, konflikkeluarga, hingga perceraian. Efek domino judi daring, katanya, sangat luas dan tidak hanyamerugikan pelakunya saja. Selain aspek ekonomi, Satria juga menyoroti persoalan perilaku konsumsi yang tidak rasional di kalangan masyarakat. Ia menilai bahwa budaya konsumtif yang tinggi membuat masyarakatlebih mudah tergoda dengan janji palsu “cepat kaya” yang ditawarkan oleh situs judi daring. Contohnya, jika seseorang rela mengeluarkan uang untuk rokok meski kebutuhan rumah tanggaterbengkalai, maka godaan berjudi dengan iming-iming hasil instan menjadi semakin kuat. Menurutnya, perubahan pola pikir masyarakat menjadi kunci utama untuk membentengi diri daribahaya ini. Lebih jauh, Satria menegaskan bahwa penanganan judi daring tidak cukup hanya denganpendekatan represif, seperti pemblokiran situs atau razia siber. Ia menilai langkah tersebutmemang penting, tetapi tidak akan menyelesaikan akar masalah tanpa adanya peningkatanliterasi ekonomi dan kesadaran digital masyarakat. “Permintaan terhadap judi daring itu besar, sehingga selama ada permintaan, pasokan akan terus bermunculan,” ujarnya dalam wawancara. Pemerintah, katanya, harus berani menyentuh aspek edukasi publik dengan memperkuat literasidigital, keuangan, dan moral agar masyarakat memiliki ketahanan terhadap jebakan dunia maya. Upaya memperkuat literasi digital dan kesadaran publik kini mulai mendapat perhatian dariberbagai pihak, termasuk dunia akademik. Salah satu contoh nyata datang dari UniversitasLampung (Unila) melalui inovasi bertajuk Gambling Activity Tracing Engine (GATE...
- Advertisement -

Baca berita yang ini