MATA INDONESIA, JAKARTA – Antropolog Universitas Muhammadiyah (UM) Papua Dian Yasmin Wasaraka menilai kunci kemajuan Bumi Cenderawasih ada di tangan kalangan muda Papua. Untuk itu, ia menyarankan agar pemerintah memberikan ruang akses seluas-luasnya bagi SDM muda Papua untuk ikut berkompetisi.
Menurutnya, ketersediaan ruang kompetisi terbukti berhasil menunjukkan bahwa banyak SDM Papua yang memiliki potensi, unggul dan mampu bersaing baik di ranah akademik maupun olahraga.
“Di situlah harga diri orang Papua yang sebenarnya dibangkitkan. Ketika kami hanya dikasih kasihan terus menerus, kami hanya akan menjadi jago kandang, tapi kalau kami dibiarkan adaptasi dan diberikan kesempatan untuk berkompetisi maka kemampuan terbaik kami pasti akan kita tunjukkan,” katanya, seperti dilihat pada laman muhammadiyah.or.id, Rabu 3 November 2021.
Ia pun berharap perhatian pemerintah terhadap pengelolaan generasi muda di Papua benar-benar berjalan serius.
“Apakah kemudian 20 tahun yang akan datang kita akan mengulang pembicaraan yang sama, perdebatan yang sama, tentang katanya Papua itu terbelakang, bahwa Papua itu tidak maju, SDM Papua itu lemah, perlu diperhatikan dan kita akan mengulang lagi tentang kekerasan-kekerasan struktural dan gender di Papua, kita akan berputar-putar seperti balapan tikus sementara negara lain sudah memikirkan penambangan di bulan,” ujarnya.
Dian juga mengungkapkan bahwa tantangan bagi pembangunan Papua adalah minimnya literasi digital di kalangan masyarakat Papua.
Wanita asli Papua itu menilai bahwa persebaran konten digital yang memuat kekerasan dan pornografi seperti dilema tersendiri. Kaum muda, menurutnya ikut terdampak atas perilaku kelompok tua yang sering membagikan konten kekerasan tanpa ada verifikasi di media sosial.
“Selain di media sosial, persebaran konten kekerasan seperti peperangan dan pornografi menurutnya juga masih tersebar lewat alat konvensional seperti kaset VCD. Konten ini menurutnya juga sering diputar dalam momen pesta adat,” katanya.
Dian menyebut lingkungan digital yang sehat serta literasi digital yang aman bagi anak-anak dan kaum muda berpengaruh besar dalam mewujudkan pembangunan Papua di masa depan. Apalagi, demografi jumlah milenial antara Gen Y dan Gen Z menurutnya ada sebanyak 2,67 juta atau mayoritas dari penduduk Papua yang berjumlah di kisaran angka 4 juta orang.
Sementara Guru Besar Antropologi Universitas Gajah Mada, Sjafri Sairin memandang ada dua hal yang dapat diperhatikan pemerintah untuk mengatasi pembangunan Papua. Menurutnya, proses pembangunan kurang efektif lantaran seringkali terhambat pada faktor pembauran masyarakat yang muncul akibat kuatnya kesukuan di antara mereka.
Untuk membangun SDM Papua, Sjafri mengusulkan menggarap Papua dari wilayah pesisir lalu perlahan masuk ke dalam daratan. Sjafri mengistilahkan upaya ini seperti “makan bubur dari pinggir.”
Ide kedua disampaikan Sjafri adalah pemerintah perlu banyak membangun pusat-pusat keramaian yang membuat interaksi banyak manusia terjadi, misalnya seperti pasar.
“Saya sarankan kita buat proyek pasar supaya orang terdidik berkenalan dengan yang lain. Di situlah orang bertukar ilmu apa yang dijual dan dibeli guna mengenal partner-partner yang lain. Jadi produksi pasar itu berputar, sekali seminggu misalnya, kalau tidak bisa ya sekali sebulan. Yang penting saling bertemu, saling belajar. Di sinilah pemerintah perlu membangun inisatif itu,” ujarnya.
Ia juga menyampaikan bahwa untuk memajukan masyarakat Papua, peran Muhammadiyah terutama lewat pendidikan dinilai terbuka lebar.
“Mendidik itu dengan proses sosial. Jadi itu cara yang barangkali bisa dibuat bersama universitas di Papua. Cobalah itu. Kalau bisa membangun pasar yang mempertemukan orang, mungkin suatu ketika bisa berbeda kita memandang orang lain,” katanya.
Peran Muhammadiyah menurutnya juga bisa dilakukan dalam membantu para kepala desa yang banyak tidak menempuh pendidikan agar mendapatkan ijazah lewat ujian Paket A dan Paket B agar mereka mendapat trust sebagai pemimpin di masyarakatnya.