MATA INDONESIA, JAKARTA – Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menegaskan bahwa peradilan di Indonesia tidak dalam kondisi kolaps karena dianggap tidak mampu menangani kasus kematian enam lascar Front Pembela Islam (FPI).
Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik meyakini laporan FPI tidak akan sampai pada International Criminal Court (ICC) atau Mahkamah Internasional di Den Haag, Belanda.
“Mekanisme peradilan Indonesia tidak sedang dalam keadaan kolaps sebagaimana disyaratkan Pasal 17 Ayat (2) dan Ayat (3) Statuta Roma,” kata Taufan.
Ia juga menjelaskan bahwa Mahkamah Internasional bukan merupakan peradilan pengganti atas sistem peradilan nasional suatu negara. Lembaga Kehakiman Perserikatan Bangsa-Bangsa ini baru akan bekerja bila mengalami kondisi unwilling dan unable.
Berdasarkan pasal 17 Ayat (2) Statuta Roma menjabarkan bahwa unwilling adalah kondisi jika negafa anggota dinyatakan tidak mempunyai kesungguhan dalam menjalankan pengadilan.
Sementara dalam Pasal 17 Ayat (3) Statuta Roma menegaskan bahwa unable adalah suatu kondisi yang menggambarkan kegagalan sistem pengadilan nasional secara menyeluruh atau sebagian.
Akibat kegagalan tersebut, sistem peradilan di negara tidak mampu menghadirkan tertuduh atau bukti dan kesaksian yang dianggap perlu untuk menjalankan proses hukum.
Ahmad Taufan Damanik menyatakan bahwa peradilan nasional tidak masuk persyaratan ini sehingga Mahkamah Internasional tidak bisa mengadili kasus tersebut.
“Mahkamah Internasional hanya akan bertindak sebagai jaring pengaman, apabila sistem peradilan nasioanl collapsed atau secara politis terjadi kompromi dengan kejahatan kejahatan tersebut sehingga tidak bisa dipercaya sama sekali, “ kata Taufan.