MATA INDONESIA, INTERNASIONAL – Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) berencana membahas masalah Sahara Barat pada Senin (21/12). Hal ini diungkapkan oleh salah seorang diplomat.
Kasus Sahara Barat kembali muncul ke permukaan usai Amerika Serikat mengakui wilayah tersebut bagian dari kedaulatan Maroko. Sekaligus sebagai imbalan dari Paman Sam untuk Maroko yang memutuskan menormalisasi hubungan dengan Israel.
Rabat menjadi negara keempat di Timur Tengah setelah Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Sudan yang mengesampingkan permusuhan dengan Tel Aviv. Meski kemudian sejumlah negara mengkritik keputusan Rabat tersebut.
Duta Besar AS untuk PBB, Kelly Craft mengirimkan salinan pengakuan Trump kepada Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres dan DK PBB, yang berbunyi “seluruh wilayah Sahara Barat merupakan bagian dari Kerajaan Maroko.”
AS turut mendukung gencatan senjata tahun 1991 antara Maroko dan Front Polisario yang didukung Aljazair, sebuah gerakan separatis yang berupaya untuk menetapkan Sahara Barat sebagai negara merdeka. Gencatan senjata juga dipantau oleh penjaga perdamaian PBB.
Dialog damai yang diprakarsai PBB terhadap kedua pihak, berulang kali menemukan kegagalan. Maroko bersikeras menginginkan rencana otonomi di bawah kedaulatan mereka, sementara Polisario menuntut referendum yang didukung PBB termasuk masalah kemerdekaan.
“Posisi Sekjen PBB tetap tidak akan berubah. Dia tetap yakin bahwa solusi untuk masalah Sahara Barat adalah mungkin, sesuai,” kata juru bicara PBB, Stephanie Dujarric, melansir Reuters.
Pada Oktober, DK PBB yang beranggotakan 15 negara memperpanjang misi penjaga perdamaian PBB, yang dikenal MINURSO, selama satu tahun. Dengan mengadopsi resolusi yang menekankan pada solusi politik yang realistis, dapat dipraktikkan, dan bertahan lama untuk masalah Sahara Barat berdasarkan kompromi.