MATA INDONESIA, JAKARTA – Keseimbangan antara penegakkan hukum dan kontra radikalisasi sangat penting dalam upaya menangkal ideologi radikalisme. Pengamat intelijen dan terorisme Stanislaus Riyanta menilai bahwa dua upaya ini harus berjalan secara beriringan agar terjadi keseimbangan.
“Penegakan hukum tetap harus dilakukan tetapi upaya pencegahan yaitu dengan kontra radikalisasi di masyarakat juga harus dilakukan supaya radikalisasi tidak terjadi lagi. Dan ini perlu kerjasama antara pemerintah dengan masyarakat,” kata Stanislaus kepada Mata Indonesia News, Senin 29 Maret 2021.
Hal ini juga tidak lepas dari dugaan pengamat terorisme Al Chaidar terkait ledakan bom yang terjadi di Gereja Katedral, Makassar. Ia menduga aksi tersebut merupakan upaya balas dendam atas penangkapan terhadap teroris JAD oleh Densus 88 Antiteror.
Al Chaidar juga menegaskan bahwa kesimpulan tersebut diambil atas dasar pola teror yang terjadi yaitu bom bunuh diri yang diduga melibatkan keluarga atau familial suicide terrorism.
Ia menilai bahwa pola tersebut identik dengan jaringan JAD. Berbeda dengan kelompok teroris Jamaah Islamiyah (JI) yang cenderung menggunakan persenjataan.
“Ini dari beberapa ciri khas jenis bom yang mereka gunakan dan kalau jaringan JI itu tidak lagi menggunakan bom lebih menggunakan persenjataan laras panjang. Jaringan Jamaah Ansharut Daulah ini masih menggunakan bom dan masih menjadikan gereja sebagai target,” kata Chaidar.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sudah menegaskan bahwa pihaknya telah mengantongi identitas salah satu pelaku bom bunuh diri di depan Gereja Katedral, Makassar. Selain itu, Listyo juga mengatakan bahwa kedua pelaku juga bagian dari kelompok Daro, yaitu kelompok yang pernah melakukan aksi teror di Jolo, Filipina.