Kereta Luar Biasa Beroperasi, Penumpangnya Gak Sampai 10 Orang

Baca Juga

MATA INDONESIA, YOGYAKARTA – Kereta luar biasa sudah beroperasi. Penumpangnya benar-benar luar biasa karena harus memenuhi banyak persyaratan sehingga, Selasa 12 Mei 2020 ini hanya sembilan orang yang diperbolehkan menumpang kereta itu dari Stasiun Yogyakarta.

Mereka umumnya pegawai pemerintahan seperti aparatur sipil negara, TNI dan Polri yang berdinas. Tujuannya Bandung dan Surabaya.

“Operasional kereta luar biasa (KLB) ini memang bukan untuk mudik, tetapi perjalanan dengan tujuan tertentu sesuai aturan dari Gugus Tugas COVID-19,” kata Manajer Humas PT KAI Daerah Operasi (Daop) 6 Yogyakarta Eko Budiyanto di Yogyakarta, Selasa.

Budi menegaskan penggunaan kereta itu memang diberlakukan sangat ketat. Jika tidak memenuhi syarat, tidak akan diperbolehkan membeli tiket.

Menurut Budi, pada umumnya mereka tidak bisa membeli tiket karena tidak ada surat sehat yang menyatakan mereka negatif Covid19.

Pembelian tiketnya tidak bisa sembarang, karena harus tujuh hari sebelum keberangkatan. Namun, berbeda dengan pembelian tiket kereta reguler yang bisa dilayani secara online, maka pembelian tiket KLB hanya bisa dilayani di stasiun karena akan dilakukan pemeriksaan kelengkapan syarat perjalanan.

Selain surat negatif Covid19, kelengkapan perjalanan yang harus dipenuhi di antaranya adalah surat tugas dari atasan jika penumpang berstatus sebagai ASN, TNI atau polri, dan bagi masyarakat umum membawa surat keterangan dari lurah.

Mulai Selasa 12 Mei 2020 hingga 31 Mei 2020, PT KAI mengoperasikan enam perjalanan kereta luar biasa dengan tiga rute utama yang dilayani pulang pergi, yaitu Gambir-Surabaya Pasar Turi melalui lintas utara, Gambir-Surabaya Pasar Turi melalui lintas selatan, serta Bandung-Surabaya Pasar Turi.

Tiket yang dijual cukup mahal yaitu Rp750.000 untuk eksekutif rute Gambir-Surabaya Pasar Turi, dan Rp400.000 hingga Rp450.000 untuk kelas ekonomi. Sedangkan untuk rute Bandung-Surabaya Pasar Turi tiket eksekutif dijual Rp630.000 dan ekonomi Rp440.000.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini