MATA INDONESIA, DEPOK – Kementerian Perhubungan didesak mengatur tarif ojek online agar kenaikannya maksimal hanya 10 persen saja.
Hal itu diungkapkan Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menanggapi kenaikan tarif ojek online yang relatif tinggi.
Kenaikan tarif saat ini sekitar 30 persen merupakan angka yang sangat tinggi sehingga berpotensi ikut mendorong angka inflasi.
“Angka wajar menurut saya itu ya maksimal 10 persen. Saya juga bertanya-tanya mengapa naiknya setinggi itu, kalkulasinya seperti apa,” ujar Piter, Sabtu 13 Agustus 2022.
Hal itu, terungkap dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 564 Tahun 2022 Tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat yang Dilakukan dengan Aplikasi.
Aturan tersebut ditandatangani pada 4 Agustus 2022.
Apabila dibandingkan dengan aturan sebelumnya, hanya tarif ojol di Jabodetabek yang naik, namun biaya jasa minimal 4 kilometer pertama di ketiga zona meningkat lebih dari 30 persen.
Tarif ojol per kilometer di Jabodetabek menjadi Rp 2.600 – Rp 2.700 per km dari sebelumnya Rp 2.250 – Rp 2.650 per kilometer.
Menurut Piter, jika kenaikannya setinggi itu, maka tarif ojol nantinya akan mendekati tarif taksi sehingga membuat minat masyarakat menggunakan ojol kemungkinan akan mengalami penurunan.
Apabila itu yang terjadi, lanjut Piter, maka akan berdampak terhadap pendapatan pengemudi atau driver ojek online yang berpotensi berkurang.
Sementara itu pelaku usaha sektor mikro atau UMKM yang tergabung dalam aplikasi seperti GoFood, GrabFood, dan ShopeeFood, juga berpeluang mengalami penurunan pendapatan jika pemesanan makanan via aplikasi berkurang akibat tingginya tarif ojol.