MATA INDONESIA, INTERNASIONAL – Seorang polisi tewas dan puluhan orang terluka dalam bentrokan antara pasukan keamanan dan pengunjuk rasa anti-pemerintah di Irak Selatan. Kekerasan berkobar di Lapangan Haboubi di kota Nisiriya pada Minggu (10/1), setelah penangkapan aktivis di provinsi Dhi Qar.
Para saksi mata mengatakan pasukan keamanan melepaskan tembakan untuk membubarkan demonstran, termasuk beberapa orang yang melempar batu dari alun-alun kota yang menjadi pusat dari gerakan protes yang dimulai sejak Oktober 2019.
Seorang saksi mata mengatakan, puluhan pengunjuk rasa membakar ban mobil dan memblokir jalan utama di kota itu. Sementara para pejabat mengungkapkan, setidaknya 18 pengunjuk rasa terluka dan lebih dari 40 lainnya terluka, melansir Reuters, Senin, 11 Januari 2021.
Petugas medis yang tidak disebutkan namanya mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa seorang aparat kepolisian terbunuh dengan peluru di kepala. Namun, laporan membantah berita tersebut.
Protes anti-pemerintah di selatan Irak yang didominasi oleh kaum Syiah terus berlanjut secara sporadis, bahkan ketika protes di Baghdad sudah mereda dan usai tindakan keras pemerintah yang mematikan terhadap para demonstran.
Lebih dari 500 pengunjuk rasa tewas dalam tindakan represif, ketika ribuan orang berunjuk rasa menentang korupsi, pengangguran, layanan publik yang buruk, dan lainnya. Protes tersebut juga mendorong Perdana Menteri Adel Abdul Mahdi mengundurkan diri pada akhir November 2019.
Penculikan, pembunuhan yang ditargetkan, dan penangkapan para pemimpin protes terus berlanjut. Bersamaan dengan tuntutan diakhirinya korupsi politik, pengunjuk rasa menginginkan pekerjaan dan peningkatan layanan publik. Tetapi kemampuan negara untuk membiayai tuntutan ini terhambat oleh krisis ekonomi, termasuk defisit fiskal.
Pemerintah Irak yang saat ini dipimpin oleh Mustafa al-Kadhimi, sedang bergulat dengan krisis ekonomi dan diperparah dengan penurunan harga minyak, yang merupakan sumber utama pendapatan Irak, serta pandemi COVID-19.