MATA INDONESIA, JAKARTA – Namanya Maman Maulani. Ia baru saja terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat pandemi Covid-19. Maman bekerja jadi buruh serabutan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Kondisi ekonomi yang tak menentu bikin Maman nekat. Dia mencuri ponsel milik seorang pria. Niatnya menguat mengingat sang istri baru saja melahirkan dan butuh biaya pengobatan.
Maman mencuri handphone tersebut saat berada di RSUD Adidarma Rangkasbitung pada Rabu 9 Maret 2022. Saat itu, ia sedang mengantar temannya untuk keperluan visum.
Saat di rumah sakit, dia melewati ruangan rawat inap yakni Ruang Anggrek. Di ruangan itu, anak Letkol Inf Nur Wahyudi sedang menjalani perawatan. Wahyudi yang juga Komandan Distrik Militer (Dandim) Lebak, Banten, pun tengah tertidur di sana. Handphone miliknya tergeletak begitu saja.
Pada saat itu, Maman melintas ruangan tersebut. Mengingat kondisi sang istri yang butuh biaya pengobatan, muncul dalam benak Maman untuk mencurinya. Ia pun sontak membawa kabur handphone sang Dandim.
“Mengingat ia sedang membutuhkan biaya pengobatan istri yang baru melahirkan dan untuk syukuran sang anak, timbul niat Maman Maulani untuk mengambil handphone milik Letkol Inf Nur Wahyudi yang nantinya akan ia jual,” kata Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana, Selasa 26 April 2022.
”Melihat kondisi sekitar sedang sepi dan sunyi, Maman Maulani langsung mengambil handphone tersebut dan melarikan diri,” ujar Sumedana.
Tak lama kemudian, Wahyudi terbangun dan melihat handphonenya sudah tak ada lagi di sampingnya. Ia pun kemudian melacaknya. Belakangan handphone tersebut sudah dijual Maman. Wahyudi kemudian melaporkan Maman ke polisi.
Polisi menangkap Maman dan menetapkannya menjadi tersangka. Ia terjerat dengan Pasal 362 KUHP tentang pencurian.
Setelah penyidikan, berkas perkara Maman lengkap. Berkas itu kemudian dilimpahkan ke Kejaksaan.
Namun, setelah mendengar alasan Maman melakukan pencurian, Wahyudi memaafkan kesalahan sang buruh. Dia sepakat untuk tidak melanjutkan perkara ke tahap persidangan. Selain itu, handphone yang telah dijual oleh Maman pun sudah dikembalikan ke Wahyudi.
Proses perdamaian terjadi pada 19 April 2022. Maman menyadari kesalahannya dan meminta maaf dengan memeluk Wahyudi. Setelahnya, permohonan penghentian penuntutan pun oleh Kejari Lebak kepada Kejati Banten. Kemudian, dari Kejati Banten ke Kejaksaan Agung. Hasilnya, Kejagung mengabulkan permohonan penghentian penuntutan.
“Kini tersangka Maman Maulani telah bebas tanpa syarat usai permohonan mendapat persetujuan Jaksa Agung Muda Pidana Umum Fadil Zumhana melalui ekspose secara virtual pada Senin 25 April 2022,” kata Sumedana.
Penghentian penuntutan karena kasus Maman memenuhi kriteria restorative justice.
Adapun syarat Restorative Justice terhadap perkara atas Maman yakni karena
- Dia baru pertama kali melakukan tindak pidana
- Ancaman tindak pidana tersangka tidak lebih dari 5 tahun
- Adanya kesepakatan perdamaian secara tertulis antara korban dan pelaku.