MATA INDONESIA, BUENOS AIRES – Warga Argentina turun ke jalan pada Rabu (10/3) menuntut apa yang mereka katakan sebagai keadilan bagi sang legenda sepak bola, Diego Armando Maradona. Usai kematiannya pada 25 November 2020, banyak rumor berembus bahwa Maradona meninggal dunia karena kelalaian dalam perawatan.
“Dia tidak mati, mereka membunuhnya!” kata penyelenggara demonstrasi dalam materi yang dikirim di media sosial sebelum pawai. “Keadilan untuk Diego. Pengadilan dan hukuman bagi yang bersalah.” Melansir Reuters, Kamis, 11 Maret 2021.
Pawai dimulai di monumen Obelisk di tengah kota Buenos Aires, tempat pengunjuk rasa mengibarkan bendera dan menyanyikan lagu-lagu untuk menghormati Maradona. Aksi para pengunjuk rasa jelas menjadi sorotan karena digelar di jam sibuk.
Mantan istri Maradona, Claudia Villafane dan dua putrinya, Dalma dan Gianinna, memimpin rapat umum sore hari, dengan tanda-tanda yang menyerukan keadilan sosial dan hukum dalam kasus kematian sosok sang legenda.
Maradona –pemenang Piala Dunia bersama Argentina yang dianggap sebagai salah satu pemain sepak bola terhebat sepanjang masa, hampir mencapai status dewa di negara asalnya meskipun ia harus berjuang keras melawan kecanduan narkoba dan alkohol serta kesehatan yang buruk.
Dewan medis –atas permintaan departemen kehakiman, bertemu pada hari Senin (8/3) untuk menganalisis kematian Maradona. Mantan bintang Napoli itu memiliki masalah kesehatan yang serius dan baru pulih dari operasi otak ketika meninggal dunia.
Penyelidik sedang mencari tahu apakah anggota tim medis Maradona tidak merawatnya dengan baik. Pada awal Desember tahun lalu, penyelidik Argentina sejatinya melakukan penggeledahan di rumah psikiater yang menangani kasusnya.
Jaksa dengan perintah yudisial melakukan penggeledahan di rumah dan kantor pribadi sang psikiater, Agustina Cosachov di Buenos Aires. Sebelumnya, penggeledahan dilakukan di rumah dokter pribadi Maradona, Leopoldo Luque.