Kaum Perempuan Lega, Tak Ada Lagi Nikah Paksa di Afghanistan

Baca Juga

MATA INDONESIA, KABUL – Taliban melarang pernikahan paksa di Afghanistan. Kelompok yang kini menduduki kursi pemerintahan itu juga menegaskan bahwa perempuan bukanlah sebuah properti.

Untuk itu, kaum perempuan harus menyetujui pernikahan. Namun, pertanyaan tentang apakah Taliban yang berkuasa pada 15 Agustus itu akan memperluas hak-hak kaum perempuan di sektor pekerjaan dan pendidikan kembali mencuat.

Dekrit itu diumumkan oleh kepala Taliban, Hibatullah Akhunzada – sosok yang diyakini berada di kota selatan Kandahar.

“Baik (perempuan dan laki-laki) harus setara,” demikian dekrit tersebut menyebutkan, seraya menambahkan bahwa tidak ada yang bisa memaksa perempuan untuk menikah dengan paksaan atau tekanan, melansir Al Jazeera, Sabtu, 4 Desember 2021.

Dalam dekrit tersebut tidak disebutkan usia minimal untuk menikah, yang sebelumnya ditetapkan usia 16 tahun. Taliban juga mengatakan bahwa seorang janda kini diizinkan untuk menikah kembali setelah 17 minggu kepergian suaminya dan diperbolehkan memilih suami barunya secara bebas.

Bukan rahasia bila tradisi kesukuan yang sudah berlangsung lama telah menetapkan bahwa seorang janda menikah dengan salah satu saudara laki-laki atau kerabat suaminya jika suaminya meninggal.

Pemimpin Taliban mengatakan telah memerintahkan pengadilan Afghanistan untuk memperlakukan perempuan secara adil, terutama para janda yang mencari warisan sebagai kerabat terdekat.

Kelompok itu juga mengatakan telah meminta para menteri pemerintah untuk menyebarkan kesadaran tentang hak-hak perempuan di seluruh penduduk. Perkembangan itu dipuji sebagai langkah maju yang signifikan oleh dua perempuan terkemuka Afghanistan.

“Ini besar, ini sangat besar … jika dilakukan seperti yang seharusnya, ini adalah pertama kalinya mereka membuat keputusan seperti ini,” kata Mahbouba Seraj, Direktur Eksekutif Pusat Pengembangan Keterampilan Perempuan Afghanistan.

Komunitas internasional, yang telah membekukan miliaran dolar dana untuk Afghanistan, telah menjadikan perempuan dan hak asasi manusia sebagai elemen kunci dari setiap keterlibatan di masa depan dengan Afghanistan.

Seraj mengatakan bahwa bahkan sebelum Taliban mengambil alih negara itu, para politisi Afghanistan telah berjuang untuk membentuk kebijakan yang jelas tentang hak-hak perempuan seputar pernikahan.

“Sekarang yang harus kita lakukan sebagai perempuan di negara ini adalah kita harus memastikan ini benar-benar terjadi dan dilaksanakan,” kata Seraj.

Roya Rahmani, mantan Duta Besar Afghanistan untuk Amerika Serikat, menggemakan optimismenya dan menambahkan bahwa itu sebagian dari upaya untuk meredakan ketakutan internasional mengenai rekam jejak Taliban terhadap perempuan.

“Suatu hal yang luar biasa jika itu benar-benar diimplementasikan,” kata Rahmani.

“Ini adalah langkah yang sangat cerdas dari pihak Taliban saat ini karena salah satu berita yang menarik perhatian Barat adalah fakta bahwa gadis-gadis kecil dijual sebagai properti kepada orang lain untuk memberi makan anggota keluarga lainnya,” sambungnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Webinar Inspiratif Universitas Alma Ata: Peluang dan Tantangan Karir di Dunia UI/UX di Era Digital

Mata Indonesia, Yogyakarta - Menghadapi era digital, Universitas Alma Ata berkomitmen mendorong mahasiswanya untuk membangun karir di dunia UI/UX dengan menggelar webinar bertajuk “Membangun Karir di Dunia Desain UI/UX: Peluang dan Tantangan di Era Digital” pada Sabtu (21/12/2024).
- Advertisement -

Baca berita yang ini