Kasus Baiq Nuril, Istana: Pasal Karet di UU ITE Perlu Didiskusikan Bersama

Baca Juga

MINEWS, JAKARTA – Proses peradilan Baiq Nuril mendapat sorotan masyarakat Indonesia. Tak terkecuali Deputi V bidang Politik, Hukum, Keamanan dan Hak Asasi Manusia Kantor Staf Presiden Jaleswari Pramodhawardhani.

Jaleswari menilai, kasus Baiq Nuril tersebut bisa menjadi model terdepan penegakan hukum. Selama proses peradilan, Jaleswari menilai majelis hakim Mahkamah Agung sudah melakukan tugasnya dengan baik.

Sebab tidak ada intervensi, serta mekanisme peradilan berjalan transparan. “Saat proses peradilan, intervensi tidak dilakukan presiden agar tahapannya berjalan sesuai dengan koridor hukum. Saya rasa kawan-kawan MA sudah melakukan tugasnya dengan baik,” kata dia di Jakarta, Kamis 11 Juli 2019.

Terkait masih ada persoalan pada kasus ini, Jaleswari mengajak semua pihak bisa diskusi agar mendapatkan sebuah capaian bersama. Ia menuturkan jika dibutuhkan masukan dari banyak pakar dan ahli tentang keluhan ada beberapa pasal karet di Undang-undang ITE.

“Harapannya ke depan kita memang penting untuk mempertimbangkan bagaimana UU itu tidak menjaring korban yang tidak bersalah,” ujarnya.

Sebelumnya kasus Baiq Nuril sempat menyita perhatian publik Indonesia, bermula saat dia berinisiatif merekam percakapan telepon mengarah asusila yang menimpa dirinya oleh atasannya, Kepala SMAN 7 Mataram saat itu berinisial HM, sekitar Agustus 2014.

Telepon seluler yang digunakan Baiq untuk merekam itu sempat rusak, kemudian diserahkan kepada kakak ipar Baiq berinisial LAR untuk diperbaiki. Baiq tidak mengetahui pasti akhirnya rekaman audio tersebut kemudian menyebar.

Ia malah dilaporkan atasannya ke kepolisian oleh karena dianggap telah mendistribusikan rekaman perbincangan tersebut. Dalam persidangan putusan pada 26 Juli 2017, Majelis Hakim PN Mataram memutuskan Baiq tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana seperti yang dituduhkan.

Kalah di persidangan, Jaksa Penuntut Umum kemudian mengajukan banding hingga kasasi ke Mahkamah Agung. Kemudian pada September 2018, MA memutus Baiq Nuril bersalah.

Baiq Nuril mengajukan peninjauan kembali atas kasus itu ke MA, dan MA melalui putusannya menolak permohonan peninjauan kembali (PK) Baiq Nuril untuk perkara pelanggaran UU ITE terkait penyebaran rekaman berisi pembicaraan asusila secara elektronik.

Kini upaya Baiq Nuril yakni meminta pertimbangan presiden agar memberikan amnesti terhadap pidana yang menjerat dirinya.

Berita Terbaru

Kondusifitas Kamtibmas Pilkada Papua 2024 Terjamin, Aparat Keamanan Mantapkan Kesiapan

PAPUA — Kondusifitas keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) pada pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Papua 2024 terjamin, seluruh jajaran...
- Advertisement -

Baca berita yang ini