MATA INDONESIA, JAKARTA-Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) sudah mulai mengganti keberadaan batubara dengan cangkang sawit untuk bahan baku Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
Saat ini terdapat dua Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) co-firing di Kalbar yang diberdayakan yakni di Kabupaten Sintang dan Sanggau.
Perlu diketahui, PLTU co-firing merupakan PLTU yang mencampurkan bahan bakar batubara dan cangkang kelapa sawit. Kadar pencampuran cangkang sawit untuk PLTU berkisar 5-10 persen.
Manajer Unit Pelaksana Pengendali Pembangkitan (UPDK) Singkawang, Ince Anjas mengatakan, potensi penggunaan bahan baku cangkang kelapa sawit untuk PLTU co-firing di Kalbar sangat besar. Sumber energi baru dan terbarukan dari cangkang kelapa sawit bisa menjadi solusi keandalan pasokan bahan bakar PLTU Sintang dengan kapasitas 3 x 7 megawatt (MW).
Data Kalbar Dalam Angka 2021 mencatat, luas tanaman kelapa sawit perkebunan besar Kalbar tahun 2020 yakni sekitar 1 juta hektar dan menghasilkan produksi sekitar 2 juta ton.
Luas tanam terluas terletak di Kabupaten Ketapang yakni 374.460 hektar dengan produksi 952.480 ton. Di Kabupaten Sintang, luas kebun sawit yakni 128.150 hektar dengan produksi 220.783 ton. Sementara itu, luas tanaman sawit perkebunan besar di Kabupaten Sanggau yakni 114.404 hektar dengan produksi 302.316 ton.
Berdasarkan perkiraan sementara, dengan penggunaan cangkang kelapa sawit sebesar 5 persen dan produksi kelapa sawit di Kalbar menggunakan produksi sekitar 2 juta ton, potensi energi yang dihasilkan dari cangkang sawit diperkirakan sekitar 83,33 juta kilowatt jam (kWh) per tahun atau setara 83 gigawatt jam (GWh) per tahun.
Kendati demikian, terkait pengadaan cangkang sawit di Kalbar, masih terdapat kendala dari sisi regulasi di internal PLN, yaitu Peraturan Direksi PLN No 001.P/DIR/2020 tentang harga pengadaan cangkang sawit yang ditetapkan maksimum 85 persen dari harga pengadaan batubara.
Peraturan tersebut diusulkan direvisi. Ketika direvisi, setidaknya harga pengadaan cangkang kelapa sawit diharapkan bisa 100 persen dari harga pengadaan batubara.