MATA INDONESIA, JAKARTA – PT Kereta Api Indonesia (KAI) melaporkan, hingga Oktober 2020, ada 198 kecelakaan terjadi di perlintasan sebidang.
Vice President KAI Joni Martinus berkata, kecelakaan terjadi karena ketidakdisiplinan dalam berlalu lintas, serta kurangnya kewaspadaan.
“Tidak heran ada 198 kasus kecelakaan yang terjadi selama dari awal tahun lalu, paling banyak terjadi di Daop 8,” kata Joni dalam keterangan resminya, Kamis 8 Oktober 2020.
Secara rinci, 173 kasus kecelakaan terjadi pada perlintasan yang tidak dijaga. Sementara itu, 25 kecelakaan terjadi pada perlintasan yang dijaga.
Seluruh kasus kecelakaan tersebut mengakibatkan sedikitnya 44 orang meninggal dunia, 44 orang luka berat, dan 64 orang luka ringan.
Joni mengimbau masyarakat untuk selalu mematuhi rambu-rambu lalu lintas serta ketentuan yang ditetapkan PT KAI.
“Sekali lagi kami mengimbau masyarakat untuk mematuhi seluruh rambu rambu yang ada. Berhenti sebelum melintas, serta tengok kanan dan kiri terlebih dulu. Ini harus jadi budaya pada pengguna jalan demi keselamatan bersama,” ujarnya.
Demi menekan angka kecelakaan, Doni meminta seluruh pihak, baik itu pengguna jalan, penumpang kereta api, maupun petugas KAI untuk memahami Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian.
Dia menyebut, Pasal 124 menyatakan bahwa pengguna jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api pada perpotongan sebidang antara jalur kereta api dan jalan.
Kemudian, UU 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pada pasal 114 disebutkan bahwa pada perlintasan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pengemudi kendaraan wajib berhenti ketika sinyal sudah berbunyi atau saat palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, atau ada isyarat lain.