MINEWS.ID, JAKARTA – Sejak erupsi freatik terjadi di Gunung Tangkubanparahu Jum’at 26 Juli 2019 sore, banyak orang mulai mengingat dan mengkhawatirkan Sesar Aktif Lembang bakal terpengaruh setidaknya ikut bergerak.
Tetapi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengimbau masyarakat yang tinggal di kawasan sesar gempa aktif seperti Sesar Lembang itu tidak perlu cemas dan takut berlebihan. Hal yang harus mereka lakukan adalah meningkatkan mitigasi.
“Informasi potensi gempa harus direspon dengan langkah nyata dengan memperkuat mitigasi,” kata Kepala Bidang Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG Daryono di Jakarta, Sabtu 27 Juli 2019.
Daryono juga menegaskan sesar aktif tersebut tidak akan bisa dipengaruhi oleh erupsi freatik seperti yang terjadi pada Tangkubanparahu.
Jika sesar bergerak yang tercipta adalah gempa tektonik. Nah, gempa jenis itu muncul karena ada interaksi antarlempeng tektonik atau aktivitas sesar aktif. Bukan karena erupsi freatik gunung api.
Gempa tektonik destruktif akibat sesar aktif biasanya didahului dengan gempa-gempa mikro sebagai pendahuluan (foreshocks).
Contohnya adalah gempa Yogyakarta pada 2006 yang bermagnitudo 6,4 atau gempa Lombok 2018 dengan magnitudo 7,0 maupun gempa Palu 2018 bermagnitudo 7,5 serta Gempa Halmahera Selatan beberapa minggu lalu dengan magnitudo 7,2.
Semua itu adalah gempa yang dipicu sesar aktif. Sebelum gempa terbesarnya terjadi, lebih dahulu ada gempa awal.
Nah, jika sudah mengetahui bertempat tinggal di wilayah sesar aktif, maka hiduplah dengan mitigasi yang baik.
Masyarakat yang tinggal dekat wilayah sesar aktif terutama harus melakukan mitigasi struktural yaitu membangun bangunan dengan struktur yang lebih tahan gempa ketimbang rumah yang hanya mengedepankan gaya.
Sebab dengan memaksimalkan mitigasi maka kita akan meminimalkan dampak sehingga bisa hidup dengan nyaman meski di atas sesar aktif.