MATA INDONESIA, JAKARTA – Harga gabah di tingkat petani belakangan ini mengalami penurunan. Banyak pihak menduga, turunnya harga gabah karena rencana impor beras 1 juta ton oleh pemerintah.
Namun, Ombudsman RI menepis isu tersebut dan mengatakan penurunan harga gabah terjadi karena pasokan melimpah saat panen raya.
“Saat musim panen raya, tanpa impor pun harga gabah akan turun seiring hukum supply and demand,” kata Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika di Jakarta, Rabu 24 Maret 2021.
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani pada Januari 2020 berada di level Rp 5.273 per kg, sementara pada Januari 2021 menjadi Rp 4.900. Pada Februari 2020 Rp 5.176, sementara harga pada Februari 2021 Rp 4.700 per kg.
Menurut Yeka, isu impor beras baru muncul pada Januari-Februari 2021. Sehingga masalah ini tidak terkait dengan penurunan harga gabah yang selalu terjadi tiap tahun, meski tidak ada rencana impor beras.
“Seperti tahun lalu kita tidak ada impor, harga gabah pasti turun karena berlaku hukum supply and demand, apalagi prediksi BPS akan ada peningkatan produksi,” ujarnya.
Maka dari itu, Yeka berkata pemerintah memiliki kewajiban untuk menstabilkan harga gabah di pasaran melalui Perum Bulog dengan cara menyerap gabah hasil petani. Tugas penyerapan gabah ini dilakukan oleh Bulog tidak hanya pada masa panen raya, melainkan sepanjang tahun.
Selama tahun 2020, Perum Bulog telah menyerap beras hasil produksi dalam negeri mencapai 1,24 juta ton. Sebanyak 14 persen diserap pada periode Januari-April, dan paling besar menyerap di periode Mei-Agustus yaitu 55 persen dari total serapan tahun 2020.
“Ketika harga jatuh, Bulog menyerap, harga otomatis terdongkrak karena demand naik,” kata Yeka.