MATA INDONESIA, JAKARTA – Wilayah Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta sudah menjadi langganan banjir sejak dulu. Salah satu penyebabnya karena ketiadaan alat untuk mengukur curah hujan. Hal ini membuat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bertanya-tanya, bagaimana mungkin kota yang penuh dengan hujan, tidak punya alat ukur curah hujan.
“Awal tahun ini, ketika saya mendengar bahwa kita ini tidak punya alat ukur (curah hujan). Itu saya betul-betul shock (terkejut),” katanya dalam rekaman video yang disiarkan Pemprov DKI Jakarta, Sabtu 8 Agustus 2020.
Kata Anies, selama ini untuk mendeteksi curah hujan dan banjir, Pemprov DKI hanya mengandalkan alat-alat milik BMKG.
Hal ini diungkapkan Anies usai mendengar pemaparan Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta Juaini Yusuf yang mengusulkan pembelian alat ukur curah hujan sebanyak 10 unit pada tahun 2020.
Anies kemudian menginstruksikan Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah untuk menambah alat tersebut agar seluruh petugas di kelurahan DKI Jakarta dapat mengetahui curah hujan sehingga upaya pencegahan banjir dapat segera dilakukan sedini mungkin.
“Sebaiknya ini jangan 10 lokasi. Ini coba dibuat sebanyak mungkin dengan harga semurah mungkin,” ujar Anies.
Anies juga meminta kepada Dinas SDA untuk membeli alat pengukur curah hujan manual, bukan digital seperti yang diajukan oleh dinas. Menurut Anies alat yang diajukan oleh dinas terlalu canggih karena berbasis digital sehingga lebih mahal.
Permintaan itu berkaca pada situasi keuangan Pemprov DKI Jakarta yang terbatas akibat wabah COVID-19. Terlebih dana pengendalian banjir di Ibu Kota diperoleh dari pinjaman pemerintah pusat melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero).
Meski murah, Anies berkeyakinan bahwa kemampuan alat itu tidak jauh berbeda. Alat sama seperti buatan sendiri atau ketika praktikum membuat alat pengukur curah hujan saat duduk di kursi SMA.
Tapi cara hitungnya betul, lalu petugas melakukan data entry sehingga seluruh kelurahan di Jakarta punya alat ukur curah hujan.