MATA INDONESIA, JAKARTA-Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik (BPS) 2019 tercatat ada Enam provinsi di Indonesia tercatat memiliki angka buta aksara yang tinggi.
Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbud, Jumeri STP mengatakan enam provinsi itu yakni Papua (21,9 persen), Nusa Tenggara Barat (7,46 persen), Nusa Tenggara Timur (4,24 persen), Sulawesi Selatan (4,22 persen), Sulawesi Barat (3,98 persen), dan Kalimantan Barat (3,81 persen).
Jumeri menambahkan Kemendikbud melakukan strategi penuntasan buta aksara melalui layanan program pendidikan keaksaraan, agar efektif difokuskan pada daerah yang terpadat persentase buta aksaranya.
Kemendikbud melakukan pemberantasan buta aksara dengan sistem blok atau klaster yaitu memusatkan program di kabupaten terpadat buta aksara pada enam provinsi tersebut.
Sistem blok dalam penuntasan buta aksara dipandang cukup efektif dalam upaya menurunkan persentase buta aksara. Berdasarkan angka angka melek aksara usia 15-59 tahun adalah sebesar 98,22 persen.
Upaya lain yang dilakukan Kemendikbud adalah pemutakhiran data buta aksara setiap tahun bekerja sama dengan BPS. Sehingga dapat diukur capaian penuntasan buta aksara dan diketahui peta sebaran penduduk buta aksara.
“Dengan mengacu pada peta sebaran buta aksara tersebut, Kemendikbud dapat menetapkan kebijakan layanan program pendidikan keaksaraan,” katanya.
Tak hanya itu, perlu dilakukan upaya mengembangkan jejaring dan sinergitas dalam upaya penuntasan buta aksara dan pemeliharaan kemampuan keberaksaraan warga masyarakat.
Untuk mengimplementasikan layanan program pada daerah terpadat tersebut, diperlukan inovasi-inovasi antara lain inovasi layanan program secara daring sehingga mempercepat akses oleh penyelenggara/pendidik/peserta didik melalui http://dapo.dikdasmen.kemdikbud.go.id dan http://sibopaksara.kemdikbud.go.id.
Selanjutnya, dilakukan inovasi pendekatan, strategi dan metode pembelajaran keaksaraan. Pada masa pandemi Covid-19, program dan kegiatan keaksaraan dilakukan secara daring.
Ia menjelaskan, program pendidikan keaksaraan sendiri terbagi dua, yakni keaksaraan dasar bagi masyarakat yang masih buta aksara dan keaksaraan lanjutan bagi mereka yang telah menyelesaikan program keaksaraan dasar.
Adapun program keaksaraan lanjutan terdiri dari pendidikan keaksaraan usaha mandiri (KUM) dan pendidikan multikeaksaraan.