Isu Perlambatan Ekonomi AS Bikin Rupiah Kembali Menguat

Baca Juga

MINEWS.ID, JAKARTA-Nilai tukar rupiah berbalik menguat atas dolar Amerika Serikat (AS) di akhir perdagangan Rabu 2 Oktober 2019. Rupiah ditutup melemah di level Rp 14.195 per dolar AS atau naik 0,13 persen.

Direktur PT Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan bahwa pelemahan rupiah disebabkan oleh sejumlah faktor dari luar di antaranya sebagai berikut. Pertama, kekhawatiran investor tentang perlambatan ekonomi AS dan kemungkinan penurunan suku bunga lebih lanjut di belakang melemahnya data manufaktur AS.

Laporan dari Institute for Supply Management menunjukkan PMI manufaktur ISM turun menjadi 47,8, level terendah dalam 10 tahun.

“Data tersebut menunjukkan bahwa sektor manufaktur AS mengalami kontraksi pada bulan September ke level terlemah dalam lebih dari satu dekade karena kondisi bisnis semakin memburuk di tengah perang perdagangan antara AS dan China,” ujar Ibrahim.

Kedua, soal aksi demo di Hongkong. Peragaan yang menandai 70 tahun pemerintahan Komunis di China sebagian besar dibayangi oleh protes di Hong Kong, ketika seorang demonstran ditembak oleh polisi, untuk pertama kalinya sejak kerusuhan politik dimulai pada Juni.

Pemimpin China Xi Jinping mengatakan pada bahwa prinsip “satu negara, dua sistem” di mana Hong Kong dikelola harus ditegakkan dan bahwa “tidak ada kekuatan yang bisa menghentikan orang-orang Tiongkok dan bangsa China maju terus,” .

Ketiga, dalam episode terbaru dari Brexit, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengungkapkan tawaran Brexit terakhirnya kepada Uni Eropa tidak akan bernegosiasi lebih lanjut jika kesepakatan tidak dilangsungkan.

Sementara dari dalam negeri, pergerakan rupiah juga dibayangi oleh menurunnya tensi politik dalam negeri pasca demonstrasi RUU KUHP dan Revisi UU KPK.

“Serta terpilihnya Puan Maharani dari partai pendukung pemerintah sebagai ketua DPR sedikit meredakan pasar, sehingga kedepan tidak ada lagi gesekan antara pemerintah dan DPR,” ujarnya.

Disamping itu, Bank Indonesia terus melakukan intervensi di pasar valas dan obligasi dalam perdagangan DNDF Rabu 2 Oktober 2019 ini. “Ini jadi kekuatan tersendiri bagi mata uang garuda. Walaupun indek dollar terus menguat tetapi rupiah tetap kokoh di zona positif,” katanya.

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini