Inilah Peta Jalan NZE Sektor Energi Indonesia

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Di tengah pertemuan tingkat tinggi menteri energi negara-negara G20 atau Energy Transition Ministerial Meeting (ETMM) pada 2 September 2022, Pemerintah Indonesia mengambil inisiatif dan mengumumkan untuk tetap berada di jalur transisi energi menuju energi bersih.

Menggandeng International Energy Agency (IEA), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan roadmap atau peta jalan menuju net zero emission (NZE) sektor energi tahun 2060.

Ini menjadi langkah yang cukup berani. Mengingat kondisi krisis energi sudah di depan mata. Belum lagi, di tengah keputusan negara-negara maju menggunakan energi fosil untuk ketahanan energi mereka. Apalagi, biaya transisi energi cukup besar.

Menteri ESDM Arifin Tasrif, saat peluncuran Peta Jalan NZE 2060 Sektor Energi Indonesia di hadapan peserta sidang ETMM di Grand Hyatt Bali, awal September 2022, mengapresiasi perumusan peta jalan tersebut.

Hasil pemodelan Indonesia dan IEA, menurut Arifin, mengidentifikasi beberapa aksi mitigasi. Di antaranya pengembangan energi terbarukan secara masif dengan fokus pada solar, hidro, dan panas bumi.

Tak hanya itu, juga aksi penghentian bertahap (phase down) pembangkit listrik bertenaga batu bara. Penggunaan teknologi rendah emisi seperti pengembangan super grid untuk meningkatkan konektivitas dan carbon, capture, utilization, and storage (CCS/CCUS). Konversi kendaraan listrik dan penerapan peralatan efisiensi energi untuk sektor industri, serta transportasi dan bangunan serta penggunaan energi baru seperti nuklir, hidrogen, dan amonia.

Pemerintah menegaskan, tambahan pembangkit listrik setelah 2030 hanya berasal dari pembangkit energi baru dan terbarukan (EBT). “Mulai 2035, akan dominan oleh variable renewable energy (VRE). Sedangkan pembangkit listrik tenaga nuklir akan masuk sistem pada 2049,” katanya. .

Teknologi dan inovasi adalah tantangan bersama dalam mewujudkan energi bersih yang lebih mudah diakses dan terjangkau. “Kerja sama dan solusi teknologi sangat penting untuk mendekarbonisasi sektor dan industri listrik. Kita perlu memprioritaskan penelitian, pengembangan, dan penerapan untuk teknologi generasi berikutnya,” tegas Arifin.

Dukungan dan kerja sama dunia internasional sangat dibutuhkan. “Setiap orang memiliki akses untuk berpartisipasi dalam pengembangan energi hijau. Untuk itu, ketersediaan dan akses teknologi dan pembiayaan harus terbuka lebar bagi semua negara,” ungkapnya.

Reformasi Kebijakan

Sedangkan, Direktur Eksekutif IEA Fatih Birol mengungkapkan, Indonesia perlu memastikan reformasi kebijakan untuk membuka jalan bagi transisi ke energi terbarukan dan mengurangi ketergantungan pada batu bara. Keberadaan peta NZE ini sebagai bagian dari tujuan untuk mencapai emisi nol bersih pada 2060.

Berdasarkan kajian IEA, Indonesia membutuhkan hampir tiga kali lipat investasi energi di 2030 dari tingkat saat ini. Dalam laporan terbaru IEA, The IEA’s Energy Sector Roadmap to Net Zero Emission in Indonesia menyebutkan, ada tambahan investasi sebesar USD8 miliar per tahun.

“Indonesia memiliki kesempatan menunjukkan kepada dunia bahwa untuk negara yang sangat bergantung pada ekspor bahan bakar fosil, jalan menuju emisi nol bersih tidak hanya feasible tetapi juga memberikan manfaat,” jelas Fatih.

Sedangkan memobilisasi pembiayaan tambahan itu bergantung pula pada dukungan keuangan internasional melalui program pendanaan Kemitraan Transisi Energi Internasional yang Adil (Just Energy Transition Partnership/JETP). “Saya meminta mitra internasional Indonesia untuk memobilisasi pembiayaan energi bersih melalui JETP dan memastikan adanya transfer teknologi. Hasilnya akan membawa manfaat besar bagi Indonesia dan dunia,” tegasnya.

Salah satu potensi sumber energi terbarukan yang menjadi perhatian IEA adalah tenaga surya. Energi surya memang disiapkan untuk berperan penting dalam penyediaan listrik nasional. Berdasarkan data Kementerian ESDM, dari 587 Gigawatt (GW) kapasitas pembangkit energi baru terbarukan (EBT) pada tahun 2060 nanti, sebesar 361 GW atau lebih dari 60% akan berasal dari energi surya.

Pangsa pasar energi baru terbarukan (EBT) global diproyeksikan meningkat pesat hingga mencapai 50% pada 2035 dan mencapai 75% pada 2050. Laporan Global Energy Perspective dari McKinsey (2019) memprediksi, pembangkit listrik tenaga batu bara serta minyak bumi akan turun drastis digantikan oleh pembangkit listrik tenaga energi terbarukan, dengan biaya yang lebih relatif rendah.

The International Renewable Energy Agency (IRENA) juga memperkirakan, pangsa energi global melalui transforming energy scenario (TES). Di mana pada 2030 konsumsi batu bara turun 41%. Dan berlanjut hingga 2050 berkurang hingga 87%. Sama halnya dengan konsumsi minyak bumi yang akan turun hingga 31% pada 2030. Dan akan terus turun hingga 70% pada 2050. Hal ini memberikan peluang besar bagi pengembangan EBT ke depan.

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Hilirisasi Buka Lapangan Pekerjaan dan Arah Ekonomi

Oleh: Winna Nartya *) Dalam perdebatan publik, hilirisasi kerap direduksi menjadi larangan ekspor bahan mentahatau pembangunan smelter. Padahal, substansi kebijakan ini jauh melampaui industri berat. Staf Khusus Menteri Investasi dan Hilirisasi, Sona Maesana, menekankan bahwa hilirisasiadalah soal penciptaan nilai tambah yang berkelanjutan, kemandirian ekonomi, danpembukaan lapangan kerja, serta penentuan arah masa depan bangsa. Ia melihat, daripengalamannya di dunia usaha dan kini di ranah kebijakan, bahwa hilirisasi hanya akanbertahan bila ekosistem investasinya sehat dan ada keberpihakan pada pelaku lokal. Karenaitu, ia menilai sekadar mendirikan pabrik tidak cukup; pertanyaan kuncinya adalah siapa yang menikmati nilai tambahnya dan bagaimana rantai pasoknya melibatkan anak bangsa secaraaktif. Dalam pandangannya, hilirisasi mesti membuka pekerjaan lokal, mengikutsertakan UKM, dan menaikkan kelas pengusaha Indonesia melalui kemitraan yang nyata. Di ranah kebijakan, Sona Maesana menjelaskan pemerintah mendorong integrasi antarapelaku lokal dan asing, memberi insentif bagi investor yang membina industri lokal, sertamenata regulasi yang transparan agar tumpang tindih perizinan berkurang. Ia juga menilaikecepatan dan kepastian perizinan lebih penting daripada angka komitmen investasi di ataskertas, karena tanpa eksekusi yang jelas, angka hanyalah janji. Sebagai jembatan antarabahasa investor dan bahasa pemerintah, ia mendorong cara pandang baru: bukan sekadar“menjual proyek”, melainkan menumbuhkan kepercayaan jangka panjang. Ia pun mengingatkan bahwa hilirisasi tidak berhenti pada mineral dan logam; sektor digital, pertanian, farmasi, hingga ekonomi kreatif perlu masuk orbit hilirisasi melalui keterhubunganstartup kesehatan dengan BUMN farmasi, petani dengan pembeli industri lewat platform lokal, serta skema yang mengkomersialisasikan inovasi kampus.  Di tingkat kelembagaan, peta jalan hilirisasi diperkuat oleh kolaborasi antarpemerintah, industri, dan kampus. Himpunan Kawasan Industri (HKI) menandatangani nota kesepahamandengan Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM serta Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi, yang disaksikan Presiden Prabowo Subianto. Ketua Umum HKI, Akhmad Ma’ruf Maulana, menyampaikan bahwa kerja sama ini merupakan perwujudan AstaCita untuk mendorong kemandirian ekonomi, memperkuat keberlanjutan, dan mempercepatinovasi teknologi sebagai pilar pertumbuhan. Ia menegaskan peran HKI sebagai penghubungsektor industri, pendidikan, dan pemerintah untuk melahirkan daya saing berbasispengetahuan dan inovasi. Ruang lingkupnya meliputi penyelarasan kurikulum dengankebutuhan industri, kolaborasi riset untuk mempercepat hilirisasi dan menarik investasi, sertapeningkatan daya saing melalui pembentukan SDM industri yang unggul. Contoh konkret hilirisasi yang langsung menyentuh pasar tenaga kerja tampak di Aceh. Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh, Cut Huzaimah, menyerukan penghentianekspor karet mentah karena pabrik pengolahan di Aceh Barat, yaitu PT Potensi Bumi Sakti, siap beroperasi menampung seluruh produksi lokal. Ia menilai pengolahan di dalam daerahpenting untuk mendorong hilirisasi, membuka lapangan kerja, dan menaikkan kesejahteraan. Pabrik yang berdiri di lahan 25 hektare itu memiliki kemampuan mengolah 2.500 ton karetkering per bulan, dan pemerintah daerah menilai stabilitas serta keamanan investasi harusdijaga agar manfaatnya langsung dirasakan rakyat Aceh. Di klaster pangan–petrokimia, hilirisasi juga dikuatkan melalui kemitraan strategis. DirekturUtama PT Pupuk Indonesia (Persero), Rahmad Pribadi, menjelaskan bahwa perusahaanmemperluas kerja sama dengan Petronas Chemicals Group Berhad untuk memperkuatketahanan pangan regional sekaligus mendorong hilirisasi pupuk dan petrokimia di Indonesia. Kolaborasi ini mencakup penjajakan sinergi pasokan urea dan amonia, transfer pengetahuan teknis dan operasional, serta penguatan tata kelola Kesehatan, Keselamatan, danLingkungan (Health, Safety, and Environment/HSE).  Jika ditautkan, tiga simpul di atas, yakni kebijakan investasi yang berpihak pada pelaku lokal, penguatan link–match kampus–industri, dan proyek pengolahan komoditas serta petrokimia, menggambarkan logika hilirisasi yang lengkap. Lapangan kerja tidak hanya muncul di pabrikutama, melainkan juga pada efek pengganda: logistik bahan baku, jasa pemeliharaan mesin, kemasan, transportasi, layanan digital rantai pasok, hingga jasa keuangan dan asuransi. Dengan kurikulum yang diselaraskan, talenta lokal tidak sekadar menjadi tenaga operasional, melainkan juga teknisi, analis proses, dan manajer rantai pasok....
- Advertisement -

Baca berita yang ini