Ini Penjelasan Hakekok Balatasutak dan Aliran Lainnya di Indonesia

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Aliran Hakekok Balatasutak sempat menggemparkan Indonesia karena aliran kepercayaan ini mempunyai tradisi yaitu mandi bersama di sebuah rawa.

Pemimpinnya warga berininsial A warga Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Pandeglang, Banten dikenal sebagai sosok yang pendiam. Ia merupakan penerus dari S, yaitu orang tua A yang kini sudah meninggal dunia. S dikenal sebagai guru spiritual di wilayah Bogor, Jawa Barat (Jabar).

Aliran ini diketahui sudah memiliki 16 anggota yang saat ini sudah diamankan oleh Polres Pandeglang. Ternyata kelompok ini mempunyai rekam jejak yang buruk yaitu tahun 2009 lalu, anggotanya memperkosa satu pengikutnya di padepokan di Desa Sekon, Kecamatan Cimanuk.

Sejatinya, munculnya berbagai aliran kepercayaan bukanlah hal baru di Indonesia. Beberapa bentuk aliran dengan berankeragam kepercayaan sudah ada sejak 2016 lalu.

Bermula dari kasus Gatot Brajamusti yang melakukan pelecehan seksual pada tahun 2016 lalu. Gatot melakukan pencabulan terhadap pengikutnya berininsial Ct. Perempuan ini sudah dicabuli selama empat tahun.

Gatot harus mempertanggungjawabkan perbuatannya saat Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menjatuhkan vonis 9 tahun penjara dan denda Rp 200 juta pada 2018 lalu. Selain Ct, aktris yang juga pengikut Gatot, Reza Artamevia melaporkannya atas kasus penipuan aspat yang disebut sebagai makanan jin ternyata narkotika jenis sabu.

Selain itu, satu aliran kepercayaan yang cukup menggemparkan adalah aliran Dimas Kanjeng. Ia mengaku bisa menggandakan uang.

Pendiri padepokan di Dusun Sumber Cengeklek, Kabupaten Probolinggo ini mengaku menjanjikan para santrinya untuk menggandakan seribu kali lipat uang yang disetorkannya. Jika menyetor Rp 100 ribu maka akan mendapatkan Rp 100 juta hingga Rp 1 miliar.

Dimas Kanjeng juga menginstruksikan kepada santrinya untuk menjalankan sejumlah ritual mulai dari berbutu ayam hutan di Gunung Semeru tanpa menggunakan alat. Hingga menangkap 200 ekor udang di petilasan Gajahmada dan wajib membeli seutas benang sepanjang 15 sentimeter yang disebut sebagi ‘Tali Ali Baba’ seharga Rp 200 ribu.

Tidak hanya ritual, Dimas Kanjeng juga pernah melakukan tindak pidana dengan membunuh pengikutnya bernama Abdul Ghani. Alhasil, pada tahun 2017, Pengadilan Negeri Kraksaan Probolinggo, Jawa Timur menjatuhkan vonis 18 tahun penjara kepada Dimas Kanjeng untuk kasus pembunuhan. Sementara untuk kasus penipuan, Dimas Kanjeng dijatuhi vonis 2 tahun penjara.

Terakhir, ada kasus penipuan yang berkedok aliran spiritual dan iming-iming uang yaitu aliran Swissindo. Ketuanya yaitu Soegiharto Notonegoro mengaku bisa melunasi utang umat manusia di bumi United Nation Trust Orbit Swissindo (UN Swissindo).

Ia juga mengaku bahwa Swissindo memiliki hak mendapatkan warisan dari berbagai pendiri tanah air, salah satunya Soekarno. Aset itu bisa dicairkan dalam bentuk dolar atau rupiah dengan voucher M1 ke bank.

Setiap warga negara yang memiliki Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) bisa mengisi voucher M1 tersebut.

Pergerakan pimpinan Swissindo, Soegiharto Notonegoro akhirnya terhenti karena pada 2 Agustus 2018 ia ditangkap oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Badan Reserse Kriminal (Dittipideksus Bareskrim) atas tindakan penipuan.

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pilkada Serentak Diharapkan Jadi Pendorong Inovasi dalam Pemerintahan

Jakarta - Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada 27 November 2024, diharapkan dapat mendorong inovasi serta memperkuat sinkronisasi...
- Advertisement -

Baca berita yang ini