MINEWS.ID, JAKARTA – Warga Wamena tidak benci perantau. Mereka yang membencinya hanyalah para perusuh. Setidaknya hal tersebut tersirat dari cerita seorang perantau asal Madura, Qoim yang berhasil pulang ke kampung halamannya karena dibantu banyak warga Wamena.
Hal tersebut diceritakan Qoim di Asrama Transito Dinas Tenaga Kerja Jawa Timur (Jatim) di Surabaya, Minggu 29 September 2019.
Dia adalah satu dari 32 warga Sampang yang berhasil keluar dari Wamena dengan selamat khususnya di pusat area konflik Jalan Hom Hom, Wamena, Papua.
Saat kerusuhan pecah pada 23 September, Qoim mengaku berada di dalam kontrakannya bersama 21 temannya. Lelaki itu sehari-hari bekerja sebagai pengemudi ojek motor di kota tersebut.
Qoim menceritakan unjukrasa rasis anarkis itu terjadi hanya beberapa meter saja dari rumah kontrakannya.
Saat itu para pengunjuk rasa berhasil memukul mundur polisi dengan melempari batu. Polisi harus mundur karena tidak mendapat perintah melontarkan tembakan gas air mata atau pun peluru karet.
Cerita Qoim, polisi mundur tepat di rumah kontrakannya. Namun, pengunjuk rasa rasis-anarkis tidak berhenti, terus memukul mundur polisi dan tambah liar.
Massa yang liar itu kemudian menggedor-gedor pintu kontrakan meminta keluar para penghuninya.
Namun, Qoim dan teman-temannya tidak mau menuruti perintah pengunjuk rasa rasis-anarkis tersebut.
Mereka seperti ditulis vivanews memutuskan menjebol atap belakang rumah kontrakan, kemudian satu per satu meloncat dan terus berlari meninggalkan situasi chaos tersebut.
Di belakang rumah kontrakan mereka, berdiri perkampungan warga asli Papua, Wamena. Semuanya memberi jalan kepada mereka agar bisa menyelamatkan diri, sehingga Qoim menyimpulkan orang Papua, warga Wamena tidak sejahat yang digambarkan berita media massa. Mereka yang jahat adalah para perusuh itu.
Singkat cerita, Qoim dan kawan-kawannya berhasil mencapai kantor Kodim setelah bertemu dengan sepasukan Brimob.
Menginap semalam di Markas Kodim, mereka kemudian dibawa ke Bandara Wamena. Di sana, Qoim mengaku berkumpul dengan puluhan ribu perantau lain yang menanti giliran diangkut pesawat Hercules untuk pulang.
Saat itu, Qoim dan kawan-kawannya hanya mendaftar. Empat hari kemudian atau 27 September 2019 dia baru berhasil diangkut pesawat.
Para perantau dari Jawa Timur diterbangkan ke Timika. Setelah itu berganti pesawat ke Makassar. Di ibu kota Sulawesi Selatan itu lah diterbangkan ke Semarang dan Surabaya.