MATA INDONESIA, JAKARTA-Industrialisasi dipastikan menjadi penentu keberhasilan transformasi ekonomi Indonesia dan berperan sebagai salah satu strategi utama pendorong pertumbuhan ekonomi di masa depan.
“Tanpa industrialisasi, perekonomian kita tidak akan bisa tumbuh dengan cepat,” kata Deputi Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti di Jakarta, Kamis 22 Juli 2021.
Amalia mengatakan Kawasan Industri (KI) Morowali menjadi contoh bahwa industrialisasi efektif mendorong pertumbuhan ekonomi dari single digit menjadi double digit.
Bappenas mencatat PDRB Sulawesi Tengah pada 2017 sebesar Rp 133,9 triliun dan pada 2018 sebesar Rp 150 triliun. Sedangkan pada 2022, PDRB Sulawesi Tengah meningkat menjadi Rp 190,2 triliun dengan kontribusi industri sebanyak 35,12 persen dan proyeksi pertumbuhan sebanyak 15-17 persen.
“Pengembangan secara terpadu menghasilkan nilai tambah dan memberikan dampak sosial ekonomi yang besar di daerah dan nasional,” ujar Amalia.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa sejak 2014 pertumbuhan industri pengolahan Sulawesi tengah jauh lebih tinggi dari pertumbuhan PDRB. Begitu juga dengan share industri pengolahan Sulawesi Tengah yang pada 2010 hanya 6,62 persen, dengan kehadiran kawasan industri Morowali maka di 2020 meningkat menjadi 27,62 persen.
“Ini salah satu yang luar biasa, hanya dengan kita membawa rantai suplai pengolahan nikel dari hulu ke hilir dalam satu kawasan industri bisa menciptakan nilai tambah yang luar biasa,” katanya.
Kawasan industri juga merubah struktur industri pengolahan Sulawesi Tengah dari teknologi rendah yakni industri kayu, barang dari kayu dan gabus, barang anyaman dari bambu, rotan dan sejenisnya menjadi industri logam dasar, menjadi industri berteknologi tinggi yakni industri logam dasar.
Selain itu, dari kawasan industri Morowali dapat disimpulkan bahwa dukungan dan komitmen tinggi akan mampu menarik investasi dan pengelola berskala dunia dengan basis industrialisasi yang kuat.
Pada 2019, nilai ekspor kawasan industri Morowali mencapai 6,6 miliar dolar AS. Selain itu, terdapat keterkaitan (forward dan backward) industri inti sebesar Rp65,7 triliun.