Harga Bahan Pangan Turun, Beras dan Gula Stabil

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Harga bahan pangan cenderung turun. Harga cabai melandai. Pengaruh harga cabai pada inflasi tak terlalu besar. Indeks Harga Pangan FAO turun 2,3 persen.

Harga cabe merah keriting sudah tidak terlalu bikin pusing. Seperti terpantau dari inspeksi Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan ke Pasar Cibinong, Bogor, Jumat 22 Juli 2022, harganya sudah bergerak ke bawah Rp80 ribu.

Pada akhir Juni lalu, di Jakarta dan sekitarnya, harga komoditas itu menyentuh level paling pedas di angka Rp130 ribu per kg dan bertahan sampai menjelang Hari Raya Iduladha, pada 9 Juli 2020.

Di Pasar Cibinong, Mendag juga menemukan harga cabe rawit merah yang turun ke Rp65.000 dari sebelumnya Rp100.000 per kg. Bawang merah yang beberapa bulan terbang di harga Rp60 ribuan pun melandai di bawah Rp40 ribu. Harga bawang putih cenderung melandai, beras dan gula lumayan stabil. Zulkifli Hasan pun berlega hati setelah menemukan harga minyak goreng curah di Cibinong sudah turun ke level harga eceran tertinggi (HET), yakni Rp14.000 per liter.

‘’Harga bawang merah dan cabai terpantau turun, karena saat ini tengah memasuki masa panen,’’ kata Mendag yang sering disapa Zulhas itu. Secara umum, harga-harga bahan pokok pangan dan beberapa bahan penting lain, disebutnya, terpantau turun atau stabil. Sebagai Mendag, Zulhas tiap hari menyimak Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok (SP2KP) Kementerian Pedagangan (Kemendag). SP2KP itu memantau, harga di 216 pasar yang tersebar di 90 kabupaten kota di 34 provinsi. Update setiap hari.

Dalam SP2KP Kemendag memang terlihat ada tren penurunan harga. Telur ayam, cabai, bawang merah, bawang putih, dan minyak goreng (termasuk yang noncurah) terpantau harganya menurun meskipun tipis-tipis. Yang stabil ialah beras, tepung terigu, kedelai, gula, dan daging sapi segar. Yang malah naik ialah daging ayam.

‘’Alhamdulillah, kita bersyukur karena harga bahan pokok sebagian terpantau menurun, dan yang tak kalah penting ketersediaan stoknya memadai bagi kebutuhan masyarakat. Beberapa komoditas lainnya stabil,’’ kata Zulhas dalam pernyataan persnya, seusai meninjau Pasar Cibinong.

Dari pantauan SP2KP itu terlihat juga, beberapa harga komoditas nonpangan juga menurun. Harga Semen Bosowa, Holcim, Semen Padang, Tonasa, dan Tiga roda juga menurun antara 3,1–5,7 persen. Besi beton dan paku juga turun secara bervariasi 3,5–6,5 persen.

Cabai

Di tengah bayang-bayang inflasi global dan kenaikan harga pangan serta energi itu, isu harga bahan pokok pangan memang cukup sensitif. Indonesia tak luput dari pengaruh itu. Inflasi Indonesia pada Juni lalu mencapai 4,35 persen. Untuk kawasan Asean, angka inflasi tersebut cukup moderat, jika dibanding Thailand 7,66 persen, Fiipina 6,1 persen, dan Singapura 5,6 persen. Namun, inflasi di Indonesia lebih tinggi dari Malaysia yang 2,8 persen atau Vietnam 3,37 persen.

Jauh di seberang lautan, di Amerika Serikat pada Juni 2022 inflasinya 9 persen, Zona Uni Eropa 8,6 persen, Argentina 64 persen, Turki 78 persen, serta Sri Lanka 57 persen. Dampak pandemi, inflasi tinggi yang disertai lonjakan harga pangan serta energi itu yang membuat Sri Lanka limbung, lantas terjebak dalam krisis ekonomi-politik.

Inflasi di Indonesia relatif cukup terkendali. Tapi, dari inflasi 4,35 persen itu kenaikan indeks harga pangan mencapai 9,1 persen year on year (yoy). Secara rata-rata harga bahan pangan di Juni 2022 naik 9,1 persen dibanding harga di Juni 2021. Kenaikan itu, antara lain, didorong meningkatnya harga gandum, kedelai, minyak goreng, atau gula. Harga telur, daging ayam dan sapi juga melonjak karena kenaikan harga pakar ternak.

Toh, di antara kenaikan harga bahan pangan itu, cabai yang paling viral. Lonjakannya memang luar biasa. Di beberapa kota harganya naik sampai hampir 100 persen, dalam sebulan dengan puncak di hari-hari menjelang Hari Raya Iduladha.

Fluktuasi harga cabai merah, seperti halnya produk hortikultura yang lain, adalah hal yang biasa. Di akhir 2020, jelang tahun Baru 2021, harga cabai naik berlipat dua atau tiga kali lipat ke level Rp70 ribuan per kg di sekitar Jakarta. Jelas di Tahun Baru 2022 kenaikan ekstrem juga terjadi, dan menyentuh level Rp80 ribuan per kg.

Namun, harga Rp130 ribu per kg memang hampir tidak pernah terjadi. Situasi penuh kecemasan akibat kenaikan sejumlah bahan makanan lain, dan kelangkaan produksi akibat hujan berkepanjangan di sentra-sentra produksi cabai. Belum lagi kepanikan di media sosial, bisa menjadi momentum harga cabai keluar dari pakem.

Kebutuhan cabai per kapita, menurut Susenas BPS (2016) tidak cukup besar. Yakni sekitar 50 gram per minggu. Sedikit lebih tinggi dari konsumsi bawang merah atau bawang putih. Ini jauh di bawah angka konsumsi kedelai yang 170 gram, gula 140–150 gram, atau beras yang 1,5 kg per minggu.

Dari belanja, porsi cabai dalam negara anggaran rumah tangga juga kecil. Baik di desa maupun kota. Dalam hal belanja bahan pangan, menurut Susenas 2016 tentang “Pengeluaran Untuk Konsumsi” itu, porsi terbesar ialah untuk membeli makanan atau minuman yang sudah jadi. Yakni 34,15% di kota dan 21,98%. Yang kedua adalah untuk beras dan tepung, yaitu 11,16% di kota dan 17,89% di desa. Yang ketiga rokok, yakni 12,23 persen dan 15,95 persen.

Bila cabai masuk ke dalam katagori sayur, maka porsinya ialah 6,76% di kota dan 8,85% di desa. Itu pun sudah termasuk bawang merah, bawang putih, kacang panjang, sawi, dan seterusnya. Intinya, pengeluaran rumah tangga untuk cabai itu relatif kecil. Cabai bukanlah faktor penting pengungkit inflasi.

Indeks harga pangan (food price index) Organisasi Pangan Dunia (FAO) pada 8 Juli lalu menunjukkan ada tren penurunan. Posisi terakhir pada 154,2, turun 3,7 poin (2,3%) dari sebulan sebelumnya. Penurunan ini karena melemahnya harga minyak nabati (utamanya CPO), sereal (gandum), dan gula.

Minyak nabati turun 7,6 persen dari sebulan sebelumnya. Sedangkan sereal dan gula masing-masing menyusut 4,1% dan 2,6 persen. Namun, ada tren lain yang perlu waspadai. Harga susu dan daging cenderung naik di pasar internasional. Susu naik 4.1% dan daging naik 1,7 persen.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Flu Singapura Tak Ditemukan di Bantul, Dinkes Tetap Waspadai Gejala yang Muncul

Mata Indonesia, Bantul - Dinkes Kabupaten Bantul menyatakan bahwa hingga akhir April 2024 kemarin, belum terdapat kasus flu Singapura yang teridentifikasi. Namun, Dinkes Bantul tetap mengimbau masyarakat untuk tetap waspada. "Kami belum menerima laporan terkait kasus flu Singapura di Bantul. Kami berharap tidak ada," ujar Agus Tri Widiyantara, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Bantul, Sabtu 4 Mei 2024.
- Advertisement -

Baca berita yang ini