MATA INDONESIA, JAKARTA –Setelah lebih dari setahun, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Indonesia, akhirnya memutuskan untuk menyelenggarakan kegiatan Pembelajaran Tatap Muka mulai Juli 2021.
Menanggapi hal ini, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dari Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedoktertan Respirasi, Prof dr Menaldi Rasmin SpP(KP), meminta pemerintah untuk kembali meninjau ulang kebijakan tersebut.
Menurutnya, perlu ada perencanaan yang komprehensif sebelum dibukanya sekolah tatap muka. Salah satunya adalah memetakan wilayah yang rawan atau memiliki tingkat penyebaran virus corona yang tinggi. Terlebih, beberapa waktu lalu sempat ditemukan varian baru di Indonesia.
“Saat ini kita sebetulnya masih belum tahu berapa besar kejadian mutasi varian baru. Jadi menurut saya, ini adalah suatu hal yang patut untuk dipertimbangkan ketika kita menginginkan sekolah tatap muka,” tutur Prof Menaldi, Jumat, 4 Juni 2021.
Ia mengatakan, anak-anak dan remaja sulit untuk diatur terkait penerapan protokol kesehatan. Untuk itu, baiknya anak-anak dan remaja diberikan bimbingan terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk kembali mengadakan sekolah tatap muka.
“Kalau yang tatap muka itu adalah perkantoran, saya kira masih bisa karena orang dewasa masih bisa diatur. Tapi kalau tingkat anak-anak dan remaja itu biasanya main menjadi bagian ke sekolah,” sambungnya.
“Jadi kalau memang mau melakukan itu harus dengan peraturan yang ketat, terutama pada anak-anak yang tingkatnya PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), TK, SD, SMP, SMA, sampai pendidikan tinggi,” ucapnya.
Kendati demikian, Prof Menaldi menambahkan, sekolah tatap muka juga sesekali tetap dibutuhkan. Sebab, ada sejumlah pelajaran yang harus dilakukan secara praktek, sekolah kedokteran misalnya.
“Sebaliknya pada pendidikan tinggi juga ada yang tidak mungkin terus-terusan tidak tatap muka, di kedokteran misalnya. Jadi memang ada juga pendidikan yang suka tidak suka sudah harus memulai pendidikan tatap muka, walaupun dengan prokes yang sangat ketat,” tuturnya.
“Tetapi kalau untuk yang masih bisa dilakukan pendidikan yang daring. Barangkali pilihan daring itu pada saat kita belum pernah punya peta yang tegas tentang varian baru lebih baik itu masih kita pilih,” tuntasnya.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi, Nadiem Makarim menegaskan bahwa keputusan sekolah tatap muka sudah bulat dan tidak ada tawar menawar lagi terkait hal ini.
“Tidak ada tawar-menawar untuk pendidikan, terlepas dari situasi yang kita hadapi,” ucao Nadiem dalam acara yang disiarkan YouTube Kemendikbud RI (2/6).