MINEWS.ID, JAKARTA – Seperti halnya Presiden Jokowi, Pemerintah Kolonial Belanda saat Perang Dunia Pertama (1914 – 1918) membutuhkan lulusan pendidikan vokasi terutama di bidang teknik sipil dan perkebunan untuk membangun wilayah jajahannya itu. Akhirnya dibangunlah Technische Hoogeschool te Bandoeng (Sekolah Teknik di Bandung) yang kini dikenal dengan Institut Teknologi Bandung (ITB).
Meskipun Kerajaan Belanda tidak ikut terseret dan menjadi negara netral dalam Perang Dunia I, namun dampaknya terasa terutama di tanah jajahan mereka.
Akibat perang massal tersebut, transportasi Hindia Belanda dan Negeri Kincir Angin tidak lancar karena harus melewati banyak blokade perang.
Sementara, Hindia Belanda pada sekitar 1910 sedang banyak membangun perkebunan terutama teh. Tentu saja para pengusaha Belanda yang tanah jajahan tersebut membutuhkan banyak tenaga ahli untuk membangun kebun serta jalan aksesnya.
Sebelum perang massal yang dimotori Jerman dan negara-negara sekutu seperti Amerika Serikat, Rusia hingga Jepang, para pengusaha Hindia Belanda sangat mengandalkan Technische Hoogeschool te Delft di Belanda untuk mendidik tenaga-tenaga vokasi yang terampil.
Akhirnya Komisi Pendidikan Teknik atau Technisch Onderwijs Comissie menyimpulkan di samping sekolah teknik yang sudah ada (Ambachtsschool – Sekolah Pertukangan atau Lagere technische school (LTS) – Sekolah Teknik Rendah, Hindia Belanda telah cukup mengadakan pendidikan insinyur. Selama ini sekolah pertukangan dan sekolah teknik rendah harus ditempuh selama empat tahun.
Pada tanggal 18 Mei 1918 Volksraad (dewan perwakilan rakyat saat itu) dibuka dengan resmi. Para pengusaha Belanda kembali menyuarakan pentingnya mendirikan perguruan tinggi teknik di wilayah tersebut.
Mereka tidak ingin kualitas pendidikan teknik seperti Sekolah Tinggi Teknik di Delft. Namun, pemerintah kolonial tampaknya setengah hati menanggapi kebutuhan para pengusaha tersebut.
Akhirnya mereka mengambil alih persiapan pendirian perguruan tinggi tersebut dalam bentuk Koninklijk Instituut voor Hooger Technisch Onderwijs in Nederlandsch-Indië. Lembaga swasta inilah akhirnya yang merealisasi pendirian Technische Hoogeschool di Hindia Belanda atau sekolah tinggi teknik kedua setelah Delft.
Dipilihlah Kota Bandung untuk mendirikan Technische Hoogeschool yang lebih baik dari Delft. Jika di Belanda itu hanya setingkat politeknik, di Bandung lebih tinggi lagi kualitas pendidikannya.
Maka dimulailah pembangunan kampus TH di Bandung yang ditandai dengan upacara penanaman empat pohon beringin pada hari Jumat 4 Juli 1919 pukul 2 petang.
Sabtu, 3 Juli 1920, jam 09.00 upacara pembukaan Technische Hoogeschool te Bandoeng dilakukan di gedung utama timur/Barakgebouw B yang belum sepenuhnya selesai.
Selain tokoh-tokoh Hindia Belanda mereka yang hadir direktur Javasche Bank hingga Sultan Yogyakarta, Susuhunan Solo, hingga kepala Keraton Mangkunegaran. Hari itu juga pemerintah meliburkan sekolah dan aktivitas perbankan.
Satu-satunya jurusan yang ada di Sekolah Tinggi Teknik waktu itu adalah jurusan teknik sipil dan bangunan air atau de afdeeling der Weg- en Waterbouwkunde.
Salah satu mahasiswa pertama TH Bandoeng itu adalah Soekarno yang kelak menjadi Presiden pertama Indonesia. Selain itu banyak manusia cerdas dilahirkan dari kampus di Jalan Ganesha Bandung tersebut termasuk Presiden ke-3 Indonesia Bacharuddin Jusuf Habibie.