MATA INDONESIA, JAKARTA – Pelatihan digital tingkat dasar dinilai perlu bagi para pelaku UMKM. Pelatihan ini harus dilakukan secara berkesinambungan agar para pelaku bisnis tersebut makin mahir untuk beralih ke bisnis daring.
Hal ini disampaikan oleh Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda.
“Kita bisa mulai dari rantai yang termudah, yaitu penjualan,” katanya, Senin 23 Agustus 2021.
Langkah paling dasar dapat dilakukan pelaku UMKM dengan memanfaatkan aplikasi perpesanan instan untuk meningkatkan pemahaman digital. Jika penjualan produk melalui perpesanan instan sudah mapan, pelaku UMKM dapat melangkah ke tahap selanjutnya dengan menggunakan media sosial untuk berjualan.
“Setelah itu, pelaku UMKM dapat masuk ke platform e-commerce hingga mengembangkan kanal website-nya sendiri,” ujarnya.
Hal ini penting digalakkan lantaran literasi digital masyarakat Indonesia masih rendah, terutama di kawasan Indonesia bagian timur. Sehingga pelatihan digital dasar masih perlu digencarkan untuk mencapai pemerataan akses pengetahuan.
Nailul juga mengungkapkan bahwa peran pendampingan pasca pelatihan yang dilakukan pemerintah belum maksimal. Padahal, keberlangsungan UMKM sangat bergantung pada daya tahan serta daya saing usai pelatihan formal.
Misalnya pada UMKM kuliner, permasalahannya adalah pelaku bisnis gampang masuk, tapi cepat keluarnya.
“Artinya, yang tidak bisa bersaing akan lebih mudah keluar. Ketika tidak ada perputaran bisnis yang cepat, mereka pun akan gulung tikar lebih cepat,” katanya.
Padahal UMKM kuliner menyimpan potensi untuk menjadi salah satu andalan e-commerce di Indonesia. Untuk itu, ia memberi rekomendasi kepada pemerintah agar memprioritaskan sektor kuliner untuk go digital mengingat potensi untuk berkembang jauh lebih besar dibanding komoditas lainnya pada masa pandemi.
Nailul memberi contoh produk makanan beku (frozen food) khas nusantara yang dijajakan di platform e-commerce berpeluang meraup keuntungan yang lebih besar karena memiliki jangkauan permintaan yang lebih luas dibandingkan dengan makanan siap saji yang harus dilakukan melalui layanan pesan-antar.
“Frozen food bisa bertahan selama beberapa hari dalam perjalanan pengiriman, sementara makanan siap saji tidak bisa seperti itu,” ujarnya.
Namun tantangannya, frozen food butuh teknologi dan biaya yang tidak sedikit untuk berproduksi. Selain itu, sumber daya manusianya belum memadai terutama untuk UMKM kuliner di Indonesia bagian timur.