EBT Dorong Pertumbuhan Ekonomi yang Ramah Lingkungan

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA-Pakar Energi Baru Terbarukan (EBT) Profesor Amory Lovins mengatakan EBT bakal mendorong pertumbuhan ekonomi yang ramah lingkungan.

Menurut Lovins, penggunaan EBT menjadi hal mutlak ke depan, demi menjaga bumi dan isinya dari kerusakan. Karena itu, momen transisi energi ini merupakan kesempatan untuk secara bertahap menggantikan energi fosil ke EBT yang ramah lingkungan.

Dia mengatakan EBT itu biayanya murah dan pemanfaatannya dapat menurunkan efek Gas Rumah Kaca (GRK), kendati pada awal pelaksanaannya banyak terkendala dengan pengadaan infrastruktur.

Mengenai EBT yang dapat dikembangkan di masyarakat dan tergolong murah, lanjut dia, biogas dapat menjadi alternatif di Indonesia, hanya saja perlu dibarengi dengan perubahan prilaku dalam pemanfaatan EBT tersebut.

“Energi ini hemat biaya saat berproduksi dan menghasilkan pertumbuhan ekonomi lebih baik dan ramah lingkungan,” katanya.

Sementara itu Menteri ESDM Arifin Tasrif pada kesempatan yang sama mengatakan pihak terus berupaya untuk mendorong pemanfaatan EBT, meskipun saat transisi energi diakui penggunaan energi fosil masih mendominasi yakni sekitar 90 persen, sedang EBT masih sekitar 12 persen.

Namun ke depan, lanjut dia, sudah dicoba diantisipasi dan ditangani dengan melalui reformasi kebijakan dan regulasi, termasuk meningkatkan perencanaan menengah dan jangka panjang terhadap sistem daya rendah karbon.

Selain itu mereformasi industri sektor listrik, juga menyesuaikan model bisnis utilitas serta mempromosikan investasi sektor swasta yang lebih kuat untuk mendukung EBT.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pencegahan TPPO di Jogja Diperkuat, Gugus Tugas Dibentuk Kurangi Kasus

Mata Indonesia, Yogyakarta - Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) semakin menjadi perhatian serius di Indonesia, termasuk di Kota Yogyakarta. Korban TPPO seringkali berasal dari kalangan Pekerja Migran Indonesia (PMI), yang terjerat dalam kasus perdagangan manusia akibat berbagai faktor risiko.
- Advertisement -

Baca berita yang ini