MATA INDONESIA, JAKARTA-Pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia (BI) harus terus mempertahankan suku bunga acuan di level 3,5 persen karena tingkat inflasi masih terkendali dan masih adanya risiko di sisa tahun 2021.
“Hal itu harus dilakukan untuk menjaga stabilitas rupiah dan mendukung pemulihan ekonomi nasional,” ujar Ekonom LPEM FEB Universitas Indonesia (UI) Teuku Riefky di Jakarta.
Ia menyebutkan laju inflasi tahunan September 2021 tercatat sebesar 1,6 persen jika dibandingkan dengan September 2020 (year on year/yoh), relatif tidak berubah dari sebelumnya sebesar 1,59 persen (yoy) pada Agustus 2021 dan masih di bawah kisaran target BI.
Di sisi lain, masih ada beberapa risiko untuk sisa tahun 2021 yang dapat memberikan tekanan dan menimbulkan ketidakpastian pada stabilitas ekonomi, seperti normalisasi moneter bank sentral AS yang lebih cepat, kelangkaan kontainer dan hambatan pengiriman barang di Cina yang meningkatkan biaya pengiriman dan logistik sehingga mengganggu rantai pasok global, serta krisis energi global akibat pemulihan yang lambat dari sisi suplai.
Kendati demikian Riefky berharap penurunan kasus harian covid-19 dan pelonggaran kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) diharapkan dapat mendorong pemulihan ekonomi domestik.
“Percepatan dan perluasan program vaksinasi bersamaan dengan respons kebijakan yang akomodatif melalui stimulus fiskal dan moneter sangat penting untuk mendapatkan kembali momentum pertumbuhan ekonomi setelah melewati gelombang kedua pandemi akibat varian Delta,” ujarnya.
Terlepas dari volatilitas terkini, ia menuturkan rupiah terus terapresiasi menjadi sekitar Rp14.200 per dolar AS dari sekitar Rp14.300 per dolar AS, didukung oleh situasi pandemi domestik yang lebih baik, kenaikan harga komoditas yang mendorong surplus perdagangan, dan cadangan devisa yang lebih tinggi.