MATA INDONESIA, JAKARTA – Kementerian Agama Republik Indonesia meminta masyarakat untuk turut aktif melaporkan kegiatan keagamaan di luar kebiasaan. Hal ini menyusul pengungkapan 12 tempat latihan kelompok Jemaah Islamiyah (JI) di Jawa Tengah.
Pihak kepolisian menyebut anggota pelatihan direkrut dari pondok pesantren sejak 2011. Peneliti terorisme, Sidney Jones pun mengatakan bahwa pemerintah perlu mewaspadai ancaman ini.
Rekrutmen ketat anggota
Salah satu strategi yang dilakukan JI adalah dengan mengajak secara ketat para anggota. Hal ini dijelaskan kepolisian menyusul terungkapnya 12 tempat pelatihan kelompok mereka di Jawa Tengah, salah satunya di daerah Ungaran, Semarang.
JI bertanggung jawab atas berbagai macam serangan bom sekitar tahun 2000-an, termasuk serangan di Jakarta dan bom Bali I. Melalui pemeriksaan terhadap sejumlah orang yang sudah ditangkap, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono menjelaskan, skema perekrutan ketat yang dilakukan kelompok tersebut telah berlangsung sejak 2011.
Argo Yuwono menjelaskan pelatihan tersebut meliputi bela diri dengan tangan kosong, lempar pisau, penggunaan senjata tajam, merakit bom, hingga melakukan penyergapan. Menurut keterangan polisi, tempat tersebut sudah melahirkan tujuh angkatan dengan 96 anggota aktif.
Sebanyak 66 anggota sudah berangkat ke Suriah untuk menjadi kombatan, sementara lainnya sudah ditangkap dan menjalani proses hukuman. Akan tetapi, pihak kepolisian masih tetap melakukan proses pencarian.
Waspadai JI
Belakangan ini, sejumlah aksi terorisme yang terjadi, seperti bom Sarinah 2016 hingga bom bunuh diri gereja di Surabaya 2018, sering dikaitkan dengan kelompok yang berafiliasi dengan ISIS, yaitu Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
Meski begitu, peneliti Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC), Sidney Jones mengatakan, pemerintah harus terus waspada dengan JI karena memiliki visi jangka panjang untuk mendirikan negara Islam. Kelompok itu, berupaya merekrut anggota yang terampil dengan sistem yang strategis, berbeda dengan sistem ISIS.
Perekrutan JI jauh lebih rumit dan strategis ketimbang ISIS. Biasanya ISIS hanya mengambil orang dari jalan atau grup internet tanpa mengetahui latar belakangnya, sedangkan JI menjamin anggotanya memiliki pengetahuan tinggi dan mendalam.
Maka bisa dipastikan bila anggota JI lebih terampil dan berpengetahuan, dibandingkan dengan anggota ISIS. Polisi mengatakan, gerakan JI itu dibiayai oleh 6 ribu anggota yang aktif.
Merujuk data itu, Sidney mencatat peningkatan jumlah simpatisan JI. Ia meminta pemerintah waspada terhadap kelompok JI, tanpa mengabaikan keberadaan kelompok lain yang masih berafiliasi dengan ISIS.
Bagaimana pengawasan di ponpes?
Terkait dengan perekrutan itu, Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama, Ali Ramdhani mengatakan, pengawasan dilakukan walaupun secara informal. Ia juga menuturkan perekrutan bisa terjadi di setiap pesantren tanpa izin.
Maka dari itu, Ali Ramdhani meminta kerja sama semua pihak untuk mengawasi kegiatan keagamaan di luar kebiasaan dan yang menyebarkan ujaran kebencian.
Direktur Pendidikan Dhiniyah dan Pondok Pesantren Waryono Abdul Ghofur mengatakan, pesantren yang diincar bukan pesantren yang memiliki relasi dengan Kemenag, serta ormas besar seperti NU dan Muhammadiyah.
Reporter : Afif Ardiansyah