Desa yang Dulu Tertinggal Kini Berkembang

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Membangun dari pinggiran. Begitulah salah satu butir dalam program Nawacita dari Presiden Joko Widodo. Setelah berjalan tujuh tahun terlihat bahwa langkah-langkah yang dilaksanakan telah memberikan hasil-hasil yang nyata. Gambaran itu dikemukakan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian pada acara Pembukaan Silaturahmi Nasional Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) 2022, di Istora Senayan, Jakarta, Selasa 29 Maret 2022 siang.

Pembangunan dilakukan secara berkelanjutan di kawasan pedesaan dengan melibatkan segenap potensi desa. Anggaran dikucurkan. Tujuannya ialah meningkatkan pemerataan. Pembangunan yang sebelumnya lebih terkonsentrasi di daerah perkotaan (urban oriented) digeser ke pedesaan, termasuk di dalamnya ada desa-desa di perbatasan.

‘’Pembangunan yang urban oriented telah itu memicu terjadinya fenomena urbanisasi. Masyarakat  desa datang ke kota, dan desa semakin tertinggal,’’ kata Mendagri Tito Karnavian.

Tak semua kemudian dapat meraih kesempatan kerja yang baik di kota, kata Tito, karena sebagian yang datang tak membekali diri dengan kecakapan dan pendidikan yang memadai. Timbul masalah sosial.

Program pembangunan pedesaan itu sendiri juga merupakan amanah dari UU nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. Saat Presiden Jokowi mulai menjabat, pada Oktober 2014, Program Nawacita kontan ditempelkan dengan semangat dan visi-misi UU tersebut.

“Setidaknya ada tiga hal penting Presiden dalam mewujudkan visi misi pemerataan pembangunan tersebut. Dalam konteks desa,’’ kata Tito Karnavian.

Hal pertama, Tito menjelaskan, membentuk lembaga baru Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT). “Artinya, Presiden sangat fokus membangun desa dengan adanya Menteri Desa,” ujarnya.

Dua hal penting lainnya ialah adanya dana besar secara berkesinambungan. Sertai pengawasan dan pembinaan tata kelolanya. Pada periode 2015–2021, menurut Mendagri, total dana desa yang telah teralokasikan mencapai Rp 400,65 triliun. Untuk tahun anggaran 2022 alokasinya Rp 68 triliun.

‘’Ini merupakan perhatian besar pemerintah bagi 74.961 desa. Harapannya bisa meningkatkan pelayanan pada masyarakat desa. Mengurangi ketimpangan antara desa dan kota. Serta melahirkan sentra-sentra ekonomi baru yang tidak hanya berorientasi di perkotaan tetapi desa,” ujar Tito.

Mendagri mengatakan, pemanfaatan dana desa itu antara lain untuk pembangunan infrastruktur seperti jalan desa. Jembatan, pasar, badan usaha milik desa (BUMDes), tambatan perahu, irigasi embung. Hingga turap penahan tanah di pinggir jalan desa. Semuanya oleh warga desa agar memberikan efek guliran ekonomi.

Sebagian anggaran untuk keperluan pengadaan sarana yang berguna bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat desa. Di antaranya, sepanjang 2015–2021. Membangun sarana olahraga sebanyak 29.210 unit. Saluran air bersih sebanyak 1.307.403 unit, mandi cuci kakus (MCK) 473.884 unit.

‘’Yang juga sangat penting adalah pondok bersalin desa (polindes) sebanyak 14.041 unit, drainase sepanjang 45 kilometer. Pendidikan anak usia dini (PAUD) 6.430, posyandu 42.000 lebih, dan sumur 74.000 lebih,” katanya.

Pembangunan di pedesaan itu, menurut Tito, mendorong penurunan tingkat kemiskinan di desa. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), angka kemiskinan di desa pada akhir 2021 sebanyak 14,64 juta jiwa. Menurun dari 2014 yang tercatat sebanyak 17,37 juta jiwa.

Mengutip data dari Kemendes PDTT. Tito Karnavian juga menyebut bahwa jumlah desa mandiri kini mencapai 3.269 desa. Meningkat dari sebelumnya 174 desa di tahun 2016. Desa mandiri atau desa sembada adalah desa yang sudah mampu mengembangkan dirinya. Tanpa bergantung sepenuhnya pada bantuan pemerintah.

‘’Desa mandiri artinya tidak mengandalkan banyak dari transfer pusat. Mereka sudah mampu, ada pendapatan asli desanya mereka sendiri,” ujar Tito.

Mendagri juga menyebut, desa maju dan desa berkembang. Yakni dua kategori lain di bawah desa mandiri, juga bertambah. Desa maju meningkat dari 3.600 (2014) menjadi 15.321 (2021). Dan desa berkembang dari yang sebelumnya 22.963 desa menjadi 38.083 desa.

Pada sisi yang lain, desa tertinggal. Yakni desa yang aksesnya kepada pelayanan dasar, infrastruktur, aksesibilitas transportasi, dan sumber ekonomi terbatas. Serta penyelenggaraan pemerintahan yang masih minim, semakin berkurang. Desa tertinggal menyusut dari 34.180 menjadi 12.635 desa. Sejalan dengan itu, jumlah desa kategori sangat tertinggal juga berkurang dari 14.002 ke 5.649 desa.

Hadir dalam silaturahmi nasional (silatnas) Apdesi ini sekitar 15.000 orang utusan perangkat desa. Mereka dari berbagai penjuru desa di Tanah Air. Presiden Jokowi hadir dalam acara tersebut bersama sejumlah menteri.

Dalam sambutannya, Presiden Jokowi menyampaikan apresiasinya pada para perangkat desa yang telah bekerja keras membangun desa masing-masing. “Tadi Pak Mendagri sudah menjelaskan jalan desanya berapa, jadi embung berapa. Jadi irigasi berapa, jadi jembatan berapa, dan semuanya jelas, fisik ada. Ini akan menjadi penopang pertumbuhan ekonomi desa, dan nantinya agregatkan menjadi pertumbuhan ekonomi nasional,” ujarnya.

Presiden menekankan, pemanfaatan dana desa itu perlu mengarah ke pembangunan infrastruktur yang dapat meningkatkan produktivitas masyarakat pedesaan. Pada sisi yang lain, dana desa untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dalam bentuk pembangunan  sarana air bersih. Posyandu, polindes, drainase, sumur, pendidikan anak usia dini (PAUD), serta MCK, dan banyak hal lainnya.

Menanggapi keluhan Apdesi tentang minimnya biaya operasional perangkat desa, Presiden Jokowi menyatakan setuju jika tiga persen dana desa alokasikan ke sana. ‘’Sekarang tiga persen dulu. Nanti kita bisa tingkatkan jadi empat atau lima persen,’’ ujar Presiden Jokowi.

Presiden Jokowi juga meminta agar Mendagri menyederhanakan format surat pertanggungjawaban (SPJ) pemakaian dana desa. Format akuntansi yang ada, kata Presiden Jokowi, terlalu rumit dan menyulitkan perangkat desa menyusunnya. Akibatnya, serapan dana di desa di lapangan tak bisa cepat.

‘’Nanti para kepala desa itu nggak sempat ngecek jalan, irigasi, atau posyandu. Semua sibuk dengan SPJ. Jadi, tolong Pak Mendagri agar format SPJ jangan terlalu rumit, bisa bikin yang lebih simpel dan sederhana,’’ kata Presiden Jokowi.

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Flu Singapura Tak Ditemukan di Bantul, Dinkes Tetap Waspadai Gejala yang Muncul

Mata Indonesia, Bantul - Dinkes Kabupaten Bantul menyatakan bahwa hingga akhir April 2024 kemarin, belum terdapat kasus flu Singapura yang teridentifikasi. Namun, Dinkes Bantul tetap mengimbau masyarakat untuk tetap waspada. "Kami belum menerima laporan terkait kasus flu Singapura di Bantul. Kami berharap tidak ada," ujar Agus Tri Widiyantara, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Bantul, Sabtu 4 Mei 2024.
- Advertisement -

Baca berita yang ini