MATA INDONESIA, JAKARTA-Pengembangan desa wisata dan wisata edukasi dapat menjadi alternatif yang dapat dilirik untuk membangkitkan pariwisata Bali setelah masa pandemic covid-19.
“Setelah pandemi, tentu akan terjadi sesuatu yang tidak bisa dihindari yakni perubahan,” kata anggota Asita Bali Putu Ayu Astiti Saraswati di Denpasar.
Menurut wanita yang juga CEO Toya Yatra Tour and Travel itu, pandemi covid-19telah memberikan pelajaran dan perubahan kebiasaan dalam berwisata.
“Wisatawan akan cenderung menghindari tempat keramaian dan memilih tempat-tempat wisata alam. Demikian juga akan lebih mengutamakan teknologi dan transaksi nirsentuh,” katanya.
Meskipun sejauh ini belum jelas kapan “border” pariwisata Bali dibuka, pihaknya mengajak para pelaku pariwisata untuk tetap senantiasa optimistis karena industri pariwisata Bali selama ini sudah teruji ketangguhannya.
“Dalam kondisi saat ini, waktu yang tepat untuk kita berbenah. Termasuk juga biro perjalanan wisata juga harus bekerja sama dengan desa wisata-desa wisata yang ada dan kita akan mengandalkan pasar domestik terlebih dahulu,” ujarnya.
Di Bali setidaknya terdapat 179 desa wisata yang sudah ditetapkan pemerintah dan tersebar di sembilan kabupaten/kota.
Pihaknya juga mengajak seluruh “stakeholder” atau pemangku kepentingan di bidang pariwisata untuk bersatu dan bekerja sama yang kuat, tidak hanya antara pelaku biro perjalanan wisata saja, dan yang tidak kalah penting membutuhkan dukungan kebijakan dari pemerintah.
“Daerah-daerah wisata, tidak hanya di Indonesia, bahkan di luar negeri tentu sedang melakukan pembenahan sehingga ketika ‘border’ sudah dibuka, benar-benar sudah siap menerima kunjungan wisatawan dengan berbagai keunggulan yang ditawarkan” katanya.
Sementara itu, akademisi dari Fakultas Pariwisata Universitas Udayana Dr I Nyoman Sukma Arida berpendapat pariwisata Bali pasca-pandemi covid-19memang tidak bisa lagi hanya mendewadewakan pasar asing atau wisatawan mancanegara.
“Saatnya kita untuk lebih pro pada pariwisata kerakyatan atau desa wisata karena memang wisatawan nantinya tentu akan menghindari tempat-tempat wisata yang menawarkan keramaian,” katanya.
Wisatawan di masa mendatang, lanjut Sukma, akan lebih memilih yang tempat yang menawarkan karakter edukasi dan lingkungan yang lebih baik, maupun destinasi yang menerapkan protokol kesehatan.