Demonstrasi di Kazakhstan Berujung Berdarah, Puluhan Pengunjuk Rasa Ditembak Polisi

Baca Juga

MATA INDONESIA, ALMATY – Demonstrasi yang terjadi di Kazakhstan kian mengerikan. Aksi yang semula dipicu oleh kenaikan harga bahan bakar minyak yang melambung drastis menjadi protes berdarah.

Polisi di negara Asia Tengah itu dilaporkan telah membunuh puluhan pengunjuk rasa yang mencoba menyerbu gedung-gedung pemerintah ketika aliansi militer pimpinan Rusia menyetujui pasukan penjaga perdamaian ke Kazakhstan dalam upaya memadamkan kerusuhan.

Juru bicara kepolisian Kazakhstan, Saltanet Azirbek, mengatakan bahwa pasukan ekstremis berusaha untuk memasuki gedung administrasi dan departemen kepolisian di kota terbesar di negara itu, Almaty semalaman.

“Puluhan penyerang dieliminasi, identitas mereka sedang ditetapkan,” kata Juru bicara kepolisian Kazakhstan, Saltanet Azirbek, melansir Al Jazeera, Jumat, 7 Januari 2022.

Sebagaimana diketahui, demonstrasi dipicu oleh kenaikan harga bahan bakar. Namun, demonstrasi berkembang menjadi protes terbesar sejak negara bekas Soviet itu memperoleh kemerdekaan tahun 1991.

Ratusan pengunjuk rasa melakukan demonstrasi di alun-alun utama Almaty pada Kamis (6/1). Sementara itu, pasukan dan pengangkut personel lapis baja dikerahkan.

Kekacauan yang terjadi pada Kamis, terjadi setelah para demonstran menyerbu istana presiden dan kantor walikota di Almaty. Para demonstran juga menyerbu Bandara Internasional Almaty pada Rabu (5/1), membuat sejumlah penerbangan dibatalkan.

Video yang belum diverifikasi di media sosial menunjukkan pasukan berpatroli di jalan-jalan berkabut di Almaty semalaman, menembakkan senjata, menyusul penjarahan yang meluas di kota.

Kementerian dalam negeri Kazakhstan mengatakan bahwa sedikitnya delapan polisi dan pasukan penjaga nasional tewas dalam kerusuhan itu, sementara 300 lainnya terluka.

Ketika ketegangan meningkat, Presiden Kassym-Jomart Tokayev pada Rabu (5/1) malam waktu setempat meminta bantuan dari Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif (CSTO), yang merupakan aliansi enam negara bekas Soviet yang berbasis di Moskow, yakni Rusia, Armenia, Belarusia, Kazakhstan, Kirgistan, dan Tajikistan.

Ketua CSTO, Perdana Menteri Armeni,a Nikol Pashinyan, mengatakan bahwa aliansi tersebut telah menyetujui pengiriman pasukan dalam jumlah yang tidak ditentukan ke Kazakhstan.

Dalam sebuah pernyataan di Facebook, Pashinyan menyatakan, pasukan akan dikirim untuk jangka waktu terbatas dengan tujuan stabilisasi dan normalisasi situasi di Kazakhstan.

Dia juga menyalahkan gangguan luar atas protes massal, yang dimulai setelah batas harga bahan bakar gas cair (LPG), bahan bakar yang digunakan oleh orang miskin untuk menggerakkan mobil mereka, dicabut.

Unjuk rasa sejak itu berubah menjadi kerusuhan anti-pemerintah, menyulut kebencian mendalam selama tiga dekade pemerintahan oleh mantan presiden Nursultan Nazarbayev.

Nazarbayev, 81, mengundurkan diri pada 2019 tetapi tetap menjadi kekuatan politik dan keluarganya diyakini mengendalikan sebagian besar ekonomi di Kazakhstan. Dia tidak terlihat atau terdengar sejak protes dimulai.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Jaga Demokrasi Pilkada Papua, Pemerintah Antisipasi Gangguan OPM

PAPUA — Pemerintah dan aparat keamanan berkomitmen kuat untuk menjaga keamanan dan stabilitas demi kelancaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)...
- Advertisement -

Baca berita yang ini