Corona Mengganas, Rupiah kian Terhempas

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Nilai tukar rupiah atas dolar AS terus bergerak melemah. Senin, 23 Maret 2020, rupiah ditutup pada posisi Rp 16.575 per dolar AS atau melemah 4,08 persen.

Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan, melemahnya rupiah disebabkan oleh anjloknya perekonomian global akibat kepanikan pasar menghadapi wabah corona (covid-19).

“Penyebaran virus corona benar-benar melumpuhkan perekonomian global,” katanya, Senin sore.

Diketahui, covid-19 telah menyebar ke lebih dari 160 negara dan telah merenggut lebih dari 8.000 jiwa. Di Indonesia sendiri, jumlah korban jiwa akibat covid-19 terus meningkat hingga mencapai 579 kasus, dengan korban meninggal sebanyak 49 orang saat ini.

Bahkan, Ibrahim menyebut pelemahan rupiah masih bisa menembus level Rp 17.000 per dolar AS dalam minggu ini. Ibrahim memprediksi rupiah dapat mencapai level tersebut pada 24 hingga 26 Maret 2020.

Meskipun begitu Ibrahim mengatakan, ada dua cara untuk menguatkan kembali mata uang garuda. Cara pertama, adalah penemuan vaksin virus corona yang dapat membuat pasar global kembali tenang dan tidak panik.

Sementara cara kedua, adalah melakukan upaya lainnya untuk meminimalisir kepanikan investor global.

“Supaya rupiah enggak anjlok, ya investor jangan panik. Ini susahnya, karena yang panik pasar global. Harus ingat, 90 persen saham yang listing di bursa di kuasai asing, kepanikan global akan berpengaruh di pasar dalam negeri,” ujarnya.

Sementara itu, Ibrahim melihat upaya dari bank sentral, termasuk BI tidak berdampak signifikan meredam kepanikan pasar secara global ataupun domestik.

“BI saat ini hanya bisa intervensi melalui pasar DNDF, sehingga tidak mungkin bisa menangkal serangan virus corona secara global,” katanya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini