MATA INDONESIA, JAKARTA – Kelompok radikal dan teroris bergerak dan menyebarkan ideologinya memanfaatkan kebebasan berpendapat dalam demokrasi. Pengamat intelijen dan terorisme Stanislaus Riyanta menilai mereka berkembang dengan berkamuflase seolah-olah pro demokrasi untuk mencari dukungan masyarakat.
“Kelompok radikal mengharamkan demokrasi jadi mereka tidak akan bermain di area ini, tetapi memungkinkan mereka berkembang berkamuflase seolah-olah pro demokrasi untuk mencari simpati massa,” kata Stanislaus kepada Mata Indonesia News, Rabu 10 Februari 2021.
Sejatinya sel terorisme saat ini juga memanfaatkan kemudahan akses di era demokrasi yaitu melalui teknologi informasi dan media sosial.
Kemudahan dalam komunikasi inilah yang dieksploitasi teroris untuk menyebarkan ideologinya kepada publik secara masif dan menyeluruh.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siraj pernah mengemukakan demokrasi untuk mewujudkan kesejahteraan publik ternyata rentan dimanfaatkan kelompok radikal.
Maka ia menilai perlu upaya lebih intensif untuk membangun narasi positif dalam mewujudkan konten yang kreatif terutama di dunia maya.
Hal itu untuk menangkis penyebaran berita bohong, fitnah, dan paham radikalisme yang selama ini teresonasi melalui media sosial.