MINEWS, JAKARTA-Salat berjamaah sangat dianjurkan dalam Islam dibanding sendirian. Bahkan dalam hadis dikatakan orang yang mengerjakan salat berjamaah mendapatkan pahala berlipat ganda daripada sendirian.
Karena itu, para ulama mengatakan hukum salat berjamaah adalah sunnah muakkad. Salat jamaah memiliki banyak keutamaan, apalagi kalau dilakukan di masjid.
Namun, bolehkan dalam salat shaf wanita sejajar dengan laki-laki? sebagaimana yang umum tercantum dalam literatur fiqih, konsep penataan shaf yang dianjurkan dalam salat berjamaah adalah berurutan mulai dari laki-laki dewasa, anak kecil dan shaf terakhir ditempati oleh perempuan.
Sehingga, ketika ketentuan penataan shaf dengan formasi demikian dilanggar, maka dihukumi makruh yang akan berpengaruh dalam hal hilangnya fadilah jamaah dari ritual salat berjamaah yang dilakukan.
Baru-baru ini terdapat berita viral di media sosial mengenai shaf salat jamaah antara pria dan wanita yang bercampur saat kampanye salah satu capres dan cawapres. Apakah shalat dengan barisan shaf yang tidak teratur seperti itu sah atau hanya mengurangi pahala shalat berjamaah?
Imam al-Nawawi dalam al-Majmu’ syarah kitab al-Muhadzab menerangkan demikian:
إذَا صَلَّى الرَّجÙل٠وَبÙجَنْبÙه٠امْرَأَةٌ لَمْ تَبْطÙلْ طلاته وَلَا صَلَاتÙهَا سَوَاءٌ كَانَ إمَامًا أَوْ مَأْمÙومًا هذا مذهبنا وَبÙه٠قَالَ مَالÙÙƒÙŒ وَالْأَكْثَرÙونَ
Ketika seorang lelaki sedang salat dan di sampingnya terdapat seorang perempuan, maka salatnya itu tidak batal (sah), dan salat perempuan itu juga tidak batal, baik lelaki tersebut menjadi imam atau makmum, dan inilah pendapat mazhab kami (Syafii). Ini juga pendapat Imam Malik dan kebanyakan ulama.
Hanya mazhab Hanafi yang tampaknya menganggap tidak sah salat pria dan wanita yang bercampur dalam satu shaf tanpa adanya penghalang.
ÙÙŽØ¥Ùنْ صَÙÙŽÙ‘ Ù†Ùسَاءٌ خَلْÙÙŽ الْإÙمَام٠وَخَلْÙÙŽÙ‡ÙÙ†ÙŽÙ‘ صَÙÙŽÙ‘ رÙجَالٌ بَطَلَتْ صَلَاة٠الصَّÙÙÙ‘ الَّذÙÙŠ ÙŠÙŽÙ„ÙيهÙÙ†ÙŽÙ‘
Sejumlah perempuan yang berbaris di belakang imam dan di belakang para perempuan itu terdapat barisan para lelaki, maka salat barisan yang ada di belakang itu tidak sah.
Dalam kitab Tabyinul Haqaiq karya Imam Fakhrud Din al-Zayla‘I diterangkan demikian:
إنْ Øَاذَتْه٠مÙشْتَهَاةٌ ÙÙÙŠ رÙكْن٠مÙنْ صَلَاة٠مÙطْلَقَة٠مÙشْتَرَكَة٠تَØْرÙيمَةً وَأَدَاءً ÙÙÙŠ مَكَان Ù…ÙتَّØÙد٠بÙلَا ØَائÙل٠وَلَا ÙÙرْجَة٠أَÙْسَدَتْ صَلَاتَه٠إنْ Ù†ÙŽÙˆÙŽÙ‰ إمَامَتَهَا وَكَانَتْ جÙهَتÙÙ‡Ùمَا Ù…ÙتَّØÙدَةً
Jika seseorang lelaki bersejajar dengan wanita dalam salah satu rukun salat secara mutlak yang bersamaan dalam takbiratul ihram dan niat adaan, dalam satu tempat tanpat ada penghalang dan ruang renggang itu bisa membatalkan shalat lelaki tersebut jika ia niat menjadi imam dan keduanya berbaris lurus.
Dalam keterangan ini ditekankan bahwa lelaki dan perempuan yang berada dalam satu barisan salat tanpa adanya penghalang itu tidak sah menurut mazhab Hanafi.