MINEWS, JAKARTA – Sikap Uni Eropa yang masih saja mendiskriminasi produk kelapa sawit Indonesia membuat pemerintah kembali meradang. Sebelumnya beberapa waktu lalu pemerintah Indonesia memang sempat berbalik mengancam Uni Eropa untuk menyetop pembelian Airbus, pesawat bikinan Eropa yang berbasis di Blagnac, dekat Kota Toulouse, Perancis.
Bahkan Jokowi pernah menegaskan tidak akan tinggal diam menyikapi perlakuan Uni Eropa terhadap komoditas ekspor andalan Indonesia, sawit atau minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO).
“Mereka [Eropa] mendorong CEPA [Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia dan Uni Eropa], tapi saya sampaikan bahwa sawit diskriminasi, terutama untuk biofuel, di mana market Indonesia di Eropa 650 juta dolar AS dan [kerja sama] perdagangan kita di Eropa 31 miliar dolar AS,” ujarnya.
Kini hal senada kembali diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto usai mendampingi Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat menerima kunjungan delegasi Dewan Bisnis Uni Eropa – ASEAN (EU – ASEAN Business Council).
“Kami ingatkan, Indonesia is the biggest buyer Airbus dan masih ada order 200 unit pesawat. Jadi kami jalan keluar terkait masalah biodiesel di Eropa,” katanya belum lama ini.
Dalam pertemuan itu, Airlangga mengaku tidak ingin hubungan kerja sama dagang kedua negara terbelah cuma karena persoalan diskriminasi sawit.
“Jadi jangan sampai 650 juta dolar AS itu mengganggu bilateral dengan EU,” ujarnya.
Adapun, total order pesawat Airbus dari Indonesia hingga Oktober 2019 mencapai 313 unit sedangkan total delivery mencapai 95 unit. Indonesia menyumbang 5,7 persen dari total order di kawasan Asia Pasifik.
Dari total pemesanan tersebut, maskapai penerbangan Citilink memesan 25 unit, Garuda 58 unit dan terbanyak Lion Air 230 unit. Jika ditinjau lebih lanjut, jenis pesawat Airbus yang banyak dibeli Indonesia adalah A320neo, A320ceo dan A321neo. Jenis A320neo merupakan yang paling banyak di order dengan jumlah mencapai 146 unit.
Jika semua order tersebut dijumlahkan maka nominalnya bisa mencapai 42,8 miliar dolar AS atau setara dengan Rp 599,4 triliun. Jumlah yang sangat fantastis tentunya. Sebagai tambahan informasi pada 2018 Airbus berhasil mencatatkan pendapatan sebesar 70,4 miliar dolar AS.
Memang order tersebut tak mungkin dibayar langsung kontan. Namun jika benar RI menggunakan peluru ini untuk menggertak Eropa tentu akan berdampak pada berkurangnya pangsa pasar Airbus di Asia Pasifik hingga 5 persen. Penurunan market share hingga 5 persen bukan jumlah yang kecil.
Jika dibandingkan dengan ekspor minyak sawit Indonesia ke Eropa pada 2018, jumlahnya lebih kecil dibanding pembelian Airbus. Pada 2018 Indonesia mengekspor sawit hingga 4,8 juta ton ke Eropa dengan perkiraan nilai mencapai 4 miliar dolar AS – 5 miliar dolar AS. Pasar Eropa menyumbang 18,75 persen pangsa pasar minyak sawit RI.
Tentu Indonesia punya posisi tawar yang kuat dalam hal ini. Belum lagi ditambah WTO yang memperbolehkan AS untuk mengenakan bea impor terhadap Uni Eropa akibat memberikan subsidi ilegal terhadap Airbus sebesar 18 miliar dolar AS.
Saat ini pemerintah Indonesia tengah mengupayakan penguatan pasar domestik untuk komoditas sawit melalui program biodiesel. Mulai Januari tahun depan rencananya program B30 mulai akan dilaksanakan.
Program B30 merupakan program untuk mengurangi ketergantungan impor minyak dan BBM. Program B30 menggunakan bahan bakar campuran 70 persen minyak diesel biasa dan sisanya minyak nabati seperti CPO. Diharapkan dengan berjalannya program ini konsumsi minyak Indonesia dapat turun hingga 165.000 barel per hari (bpd).
Selain itu pemerintahan Jokowi mendorong percepatan sertifikasi industri sawit berkelanjutan dengan harapan meningkatkan akses ke pasar. Rencana ini disahkan oleh Jokowi pada 22 November lalu sebagai bagian dari mewujudkan industri sawit yang berkelanjutan.