MATA INDONESIA, WASHINGTON – Direktur Badan Intelijen Pertahanan Amerika Serikat (AS), Letnan Jenderal Scott Berrier takut Presiden Vladimir Putin benar-benar mengeluarkan senjata nuklir jika pasukan Ukraina terus menggagalkan invasinya.
“Karena perang ini dan konsekuensinya secara perlahan melemahkan kekuatan konvensional Rusia, Rusia kemungkinan akan semakin bergantung pada penangkal nuklirnya untuk memberi sinyal kepada Barat dan memproyeksikan kekuatan kepada audiens internal dan eksternalnya,” tulis Scott dalam sebuah laporan.
Scott meyakini bahwa penempatan pasukan unit nuklir Rusia dimaksudkan untuk mengintimidasi dan bahwa Kremlin dapat mengancam penggunaan senjata nuklir taktis dan non-strategis untuk menakut-nakuti musuh agar mundur dari konflik.
Sikap seperti itu terbukti dalam bagaimana para pemimpin AS dan NATO menolak permintaan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy untuk memberlakukan zona larangan terbang di negaranya yang akan menempatkan militer Barat dalam konflik langsung dengan jet Rusia.
Para pejabat AS percaya bahwa Putin bermaksud untuk menggulingkan aturan yang dipimpin AS berdasarkan tatanan internasional pasca-Perang Dingin dan merebut kembali wilayah bekas Soviet.
“Rusia memandang kekuatan nuklir yang kuat dan dapat bertahan sebagai fondasi keamanan nasionalnya, dan kekuatan tujuan umum yang dimodernisasi sebagai hal yang penting untuk menghadapi ancaman militer konvensional dan memproyeksikan kekuatan Rusia di luar negeri,” ucapnya, melansir Yahoo News, Sabtu, 19 Maret 2022.
Scott mencatat bahwa sepanjang tahun lalu, Rusia secara terbuka menuduh NATO semakin melanggar perbatasannya dan menemukan prospek Ukraina yang bersekutu dengan Barat tidak dapat diterima dan malapetaka politik-militer besar.
Namun, invasi yang dikeluarkan Presiden Putin ke Ukraina terhenti setelah tiga pekan, dengan pasukan pertahanan Ukraina mengungguli ekspektasi intelijen militer Rusia, menurut analis Barat.