Mata Indonesia, Yogyakarta – Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan gugatan empat mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta terkait presidential threshold mendapatkan apresiasi dari berbagai pihak.
Pengamat sekaligus Pakar Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Prof. Achmad Nurmandi, menyebutkan bahwa langkah ini membawa angin segar bagi demokrasi Indonesia.
“Keputusan ini menjadi terobosan penting untuk memperkuat demokrasi, terutama dalam membuka peluang pencalonan presiden yang selama ini dianggap terbatas,” ujar Nurmandi dikutip Sabtu, 4 Desember 2025.
Rektor baru UMY tersebut menilai penghapusan syarat minimal 20 persen kursi parlemen atau 25 persen suara nasional memberikan peluang lebih besar bagi partai politik (parpol) untuk mengajukan calon presiden. Langkah ini juga diyakini akan menciptakan persaingan yang lebih sehat dalam Pemilu Presiden 2029.
“Partai-partai kecil yang selama ini kesulitan karena terhalang parliamentary threshold kini dapat mengajukan kandidatnya,” tambah dia.
Regulasi Teknis Pencalonan Sangat Dibutuhkan
Meski demikian, Nurmandi menekankan perlunya regulasi turunan berupa Peraturan KPU (PKPU) untuk mengatur mekanisme pencalonan sesuai prinsip demokrasi.
“Teknis pelaksanaan harus diatur dengan cermat agar kualitas demokrasi tetap terjaga sekaligus membuka partisipasi lebih luas. Kita juga perlu mengantisipasi agar aturan ini tidak disalahgunakan untuk kepentingan pragmatis,” jelasnya.
Dampak pada Pemilihan Kepala Daerah
Lebih lanjut, Nurmandi mengungkapkan bahwa kebijakan ini juga memiliki potensi untuk mengubah sistem pemilihan kepala daerah. Ia mengusulkan agar pembatasan syarat serupa untuk kepala daerah dikaji ulang.
“Jika syarat pencalonan presiden sudah nol persen, maka pembatasan 7,5 persen dalam pemilihan kepala daerah juga perlu ditinjau kembali,” sebut dia.
Gugatan 4 Mahasiswa Berbuah Hasil Positif
Putusan MK yang tertuang dalam perkara nomor 62/PUU-XXII/2024 ini diajukan oleh empat mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, yakni Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna.
Mereka berharap demokrasi Indonesia semakin sehat, di mana pemilih tidak hanya dianggap sebagai objek demokrasi, melainkan subjek yang suaranya didengar.