MATA INDONESIA, NAYPYIDAW – Aktivis yang menentang junta militer Myanmar meminta orang-orang untuk berhenti membayar tagihan listrik dan pinjaman pertanian. Para aktivis juga mencemooh janji pemimpin junta pada pertemuan puncak regional yang ingin mengakhiri krisis pasca kudeta.
Pada pertemuan internasional pertamanya, Jenderal Senior Min Aung Hlaing berjanji mengakhiri gejolak protes di Myanmar. Akan tetapi, pemimpin junta militer yang menyingkirkan pemerintah terpilih itu tidak secara eksplisit menanggapi tuntutan untuk menghentikan pembunuhan terhadap para pengunjuk rasa.
Aksi unjuk rasa kembali terjadi di kota-kota besar Myanmar pada Minggu (25/4) atau sehari setelah pemimpin junta militer, Jenderal Senior Min Aung Hlaing mencapai kesepakatan di KTT ASEAN di Indonesia (24/4).
Berdasarkan data Kelompok Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) telah menewaskan 751 orang sejak gerakan pembangkangan sipil massal meletus untuk menantang kudeta dan menangkap lebih dari 3,300 massa pro demokrasi ditahan.
“Kami semua, orang-orang di kota-kota, kelurahan dan kemudian daerah dan negara bagian harus bekerja sama untuk membuat boikot yang berhasil terhadap junta militer,” kata aktivis Khant Wai Phyo, melansir Reuters, Senin, 26 April 2021.
“Kami tidak berpartisipasi dalam sistem mereka, kami tidak bekerja sama dengan mereka!” tegas Khant Wai Phyo dalam pidatonya di sebuah protes di pusat kota Monywa.
Aktivis pro-demokrasi melayangkan kritik tajam menyusul kesepakatan yang keluar dari pertemuan ASEAN, yang disebut konsensus lima poin yang mencakup mengakhiri kekerasan, dialog konstruktif di antara semua pihak, utusan khusus ASEAN untuk memfasilitasi dialog, penerimaan bantuan, serta kunjungan utusan ke Myanmar.
“Apakah itu ASEAN atau PBB, mereka hanya akan berbicara dari luar dengan mengatakan jangan melawan tetapi negosiasikan dan selesaikan masalah. Tapi itu tidak mencerminkan situasi dasar Myanmar,” kata Khin Sandar.
“Kami akan melanjutkan protes. Kami memiliki rencana untuk melakukannya,” tegas Khin Sandar yang merupakan kelompok protes yang disebut Kolaborasi Pemogokan Umum, melansir Reuters, Minggu, 25 April 2021.